Selamat Datang Di blogku...Selamat Membaca Semoga Bermanfaat
Kupersembahkan Rangkaian Kata-Kata Indah Buat Ibu Saya Tercinta Dirumah, Wanita Yang Paling Saya Cinta Dan Paling Saya Bangga

Senin, 05 Mei 2014

Analisis Puisi "Akhirnya Disahkan"


ANALISIS PUISI AKHIRNYA DISAHKAN KARYA GADIS ARIVIA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERTEKSTUALITAS
Frans Apriliadi/12201241006/PBSI K 2012
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS
UNY
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya puisi adalah sebuah karya sastra yang mencoba mengekspresikan perasaan dan pikiran yang dialami oleh penyair untuk disampaikan serta dapat dinikmati oleh pembaca melalui karya tulis dengan bentuk bahasa-bahasa yang penuh akan serat makna. Menurut Duton  (dalam Maman Suryaman dan Wiyatmi, 2012:12) menyatakan bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional dan berirama. Dengan demikian, sebenarnya puisi merupakan ungkapan batin dan pikiran penyair dalam menciptakan sebuah dunia berdasarkan pengalaman batin yang diikutinya.
Untuk memahami, menafsirkan dan menghargai suatu karya sastra sehingga tercipta suatu perasaan yang dapat menumbuhkan pengertian dan rasa untuk menghargai suatu karya tersebut, dibutuhkan suatu bentuk apresiasi sastra. Tarigan (1984: 233) mengatakan bahwa apresiasi sastra adalah penafsiran kualitas karya sastra pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar serta kritis. 
 Sehingga apresiasi puisi merupakan suatu bentuk proses memahami, menumbuhkan serta menghargai sebuah puisi atau karya sastra sehingga dapat mengespresikan perasaan serta pikiran untuk memperoleh pengertian, penghargaan dan kepekaan perasaan terhadap puisi yang akan diapresiasi.
Dalam puisi Gadis Ariviana yang berjudul Akhirnya Disahkan, termasuk salah satu contoh jenis puisi deskriftif yang cenderung menggambarkan tanggapan atau kesan penyair terhadap suatu hal yang pernah atau telah terjadi sebelumnya. Puisi Gadis Arivia yang berjudul Akhirnya Disahkan ini mempersoalkan masalah eksistensi pemerintah yang setuju disahkannya Undang-Undang Pornografi oleh anggota Parlemen Republik Indonesia pada tanggal 30 Desember 2008.
Sebuah karya sastra pada umumnya memiliki hubungan sejarah antara karya sastra pada zamannya, yang telah terjadi atau yang akan terjadi kemudian. Dalam hubungan tersebut umumnya terjadi keserasian maupun pertentangan. Sehingga dalam mendalami hubungan tersebut, penting dibicarakan karya sastra dalam kaitannya dengan karya sezaman, sebelum dan sesudahnya. Sehingga pada konteks inilah muncul metode kritik intertekstualitas yang digunakan untuk menganalisis puisi Akhirnya Disahkanya karya Gadis Arivia. Pendekatan Intertekstualitas sendiri merupakan metode penelitian sastra dengan jalan membandingkan, menjelaskan dan mengkontraskan sebuah teks transformasi dengan hipogramnya (Rahmat Djoko Pradopo, 1993:132-135). Sedangkan menurut Bakhtin (dalam Noor,2007:4) menekan pengertian pendekatan intertekstual bahwa sebuah teks sastra dipandang sebagai tulisan sisipan atau cangkokan kerangka teks-teks sastra lain, seperti tradisi, jenis sastra, prodi, acuan ataupun kutipan. Sehingga dapat disimpulkan pendekatan intertekstual merupakan pendekapan yang membandingkan, menjelaskan dan mengkontraskan sebuah teks yang dipandang berasal dari cangkokan kerangka teks atau kejadian lain yang umumnya telah terjadi.
 Sajak Gadis Arivia merupakan bentuk ekspresi terhadap konsep pelaksanaan kebijakan pemerintah yang terbelah menjadi dua bagian antara rakyat yang mengandalkan akal publik sehat dan rakyat yang mengandalkan doktrin agama. Sehingga puisi Akhirnya Disahkan menjadi salah satu hal yang menarik untuk diperbincangkan. Melalui tulisan ini mencoba untuk memahami bagaimana puisi Akhirnya Disahkan karya Gadis Ariviana digunakan untuk menyampaikan ekspresi dalam bentuk penolakan terhadap UUP yang disahkan oleh pemerintah tersebut.

PEMBAHASAN
            Puisi Gadis Arivia yang berjudul Akhirnya Disahkan merupakan sebuah bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan sejarah panjang negara Indonesia. Penolakan tersebut berbentuk ketidaksetujuan Gadis Arivia yang mewakili sebagiaan besar masyarakat yang turut menolak pengesahan Undang-Undang Pornografi yang menimbulkan kontroversi antara masyarakat Indonesia.
            Undang-Undang Pornografi sendiri yang diusulkan pemerintah sebenarnya merupakan materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat (http://news.detik.com, 2008). Beberapa daerah seperti Jogya, Sulawesi Utara, Bali dan Papua cukup keras menentang disahkannya UUP. Mereka khawatir UUP akan menjerat masyarakat karena ekspresi pakaian adat, seni dan tarian-tarian mereka yang bisa jadi dikategorkan sebagai porno. Adakah suara mereka didengar? Nyatanya suara mereka dianggap “angin lalu”. Hanya dua partai yakni PDIP dan PDS yang melakukan “walk out” tanda protes atas pengesahan RUUP (http://gadisarivia.blogspot.com/2008/). Bentuk penolakan Arivia tersebut kemudian diekspresikan dalam bentuk sebuah sajak Akhirnya Disahkan, sebagai bentuk penolakan mewakili sebagaian masyarakat dan daerah di Indonesia yang sedikit kurang diperhatikan dalam membuat Undang-Undang tersebut, yang mana puisinya sebagai berikut :
Akhirnya Disahkan
Undang-Undang Pornografi akhirnya disahkan oleh anggota Parlemen Republik Indonesia pada tanggal 30 Desember 2008. Menteri agama, Maftuh Basyuni, mewakili pemerintah menyatakan setuju.
Kebaya seksi warisan budaya tersimpan di museum setelah UUP disahkan.
Ekspor-import BH semarak masuk pasar Wamena setelah UUP disahkan.
Penyair stress tak tahu bagaimana menggambarkan payuudara setelah UUP disahkan.
Badan sensor FILM mengumpulkan gunting banyak-banyak setelah UUP disahkan.
Raja danggut Rhoma semangat memarahi goyang ngebor Inul setelah UUP disahkan.
Hakim sibuk mengetuk palu porno tak peduli kasus korupsi uang negara setelah UUP disahkan.
Polisi makmur sentosa terima uang dari kelompok rajin melapor setelah UUP disahkan.
Kursi kekuasaan kini aman pasti terpilih lagi pemilu mendatang setelah UUP disahkan.

Pada baris pertama pada puisi di atas di gambarkan dengan pakaian yang biasa dipakai oleh sebagaian besar kaum perempuan Jawa, yang biasa disebut dengan nama kebaya. Kebaya sendiri pada zaman modern seperti saat ini, sudah beberapa kali mengalami proses moderenisasi. Awalnya kebaya hanya ada dalam model lengan panjang dan belum mengalami banyak vasiasi di sana-sini. Namun, sejalan dengan perkembangan waktu kebaya yang sering dijumpai kebanyakan sudah diubah jauh dari bentuk asalnya seperti lengan panjang menjadi lengan pendek, kain yang dipakai lebih transparan sehingga memperlihatkan bagian tubuh pemakai, dan bentuknya sedikit lebih minim sehingga terlihat menyatu dengan bentuk tubuh. Sehingga seorang yang memakai kebaya dengan bentuk seperti ini, akan menimbulkan rangsangan seksualitas bagi yang melihatnya sehingga menimbulkan pandangan pornografi.
Pada baris kedua, menggambarkan realita yang terjadi setelah di tanah papua. Pada dasarnya budaya dan tradisi disana menganggap bahwa wanita papua tidak diijinkan untuk mengenakan pakain lengkap, dikarenakan persepsi masyarakat Papua yang ada disana mengatakan jika perempuan Papua berpakaian lengkap berarti mereka melihat wanita tersebut tidak berbusana atau telanjang. Tetapi justru ketika mereka melihat wanita itu tanpa busana, para warga melihatnya sebagai hal yang lumrah (http://forum.kompas.com/2010). Setelah Undang-Undang Pornografi disahkan, Gadis Ariviana menggambarkan akan terjadinya proses eksport-import BH yang luar biasa yang dilakukan para wanita Papua untuk menutupi bagian tubuh mereka, supaya tidak termasuk masyarakat yang melanggar hukum.
Pada baris ketiga, terlihat Undang-Undang Pornografi membatasi bentuk kebebasan sastrawan dalam menuangkan pikiran dan perasaannya dalam bereskpresi. Para sastrawan harus berhati-hati dalam memilih kata-kata ketika menyusun karya sastra mereka, jika tidak ingin dianggap sebagai karya sastra yang tergolong bentuk pelanggaran pornografi.
Pada baris keempat, menggambarkan kerja Badan Sensor Film yang mengumpulkan potongan-potongan  film yang dianggap menampilkan unsur-unsur berbau pornografi atau gambar-gambar yang tidak sesuai dengan nilai kesopanan setelah Undang-Undang Pornografi disahkan.
Pada baris kelima, Gadis Ariviana menggambarkan suatu bentuk tindakan penolakan yang digambarkan oleh sosok Raja dangdut Rhoma Irama yang semangat memarahi goyang ngebor Inul Darasista yang bisa mengundang nafsu bagi yang memandangnya, dikarenakan mempertontonkan bagian tubuh di muka umum. Seperti yang diketahui pada umumnya para penyanyi dangdut selain mengutamakan keahlian mereka dalam bernyanyi, mereka juga pada umumnya memamerkan gerakan tubuh mereka sebagai bentuk daya tarik terhadap penonton. Sehingga hal inilah yang bisa dianggap sebagai bentuk tindakan yang mengundang unsur seksualitas, bentuk eksploitasi tubuh, ketelanjangan dan unsur-unsur pornografi lainnya yang dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Pornografi yang telah disahkan tersebut.
Pada baris keenam dan ketujuh, menggambarkan sikap yang diambil oleh Hakim dan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, jika tugas mereka hanya sebatas mengetuk palu dan mengadili masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum yang berbau pornografi saja, maka  kasus-kasus besar seperti korupsi uang negara yang jumlahnya triliunan, tindakan pencurian, maupun pembunuhan dilupakan begitu saja. Dan polisi pun menjadi makmur dikarekan menerima banyak uang dari para koruptor agar kasus yang mereka alami tidak jadi diselesaikan dan sidang peradilan yang semestinya dilaksanakan harus ditunda dalam kurun waktu yang lama.
Pada baris kedelapan, Gadis Ariviana menggambarkan nasib para koruptor yang merasa aman dan merasa yakin pasti terplih kembali pada saat pemilu yang akan datang, dikarena tindakan korupsi yang dilakukan oleh mereka tidak pernah disidangkan oleh hakim ketua dan polisi beserta aparat penegak hukum lainnya tidak lagi memperdulikan kasus korupsi-korupsi yang pernah mereka lakukan, dikarenakan para penegak hukum terlalu sibuk dalam menangkap para masyarakat yang tertangkap melanggar Undang-Undang Pornografi.
Melalui puisi Akhirnya Disahkan ini karya Gadis Ariviana dapat diketahui usaha-usaha yang dicoba dilakukan oleh masyarakat dalam menggugat kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemeriintah. Pada dasarnya kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Pornografi tersebut menyudutkan dan merugikan banyak pihak terutama masyarakat Papua, Jawa maupun masyarakat Indonesia lainnya. Walaupun maksud yang diusulkan baik untuk berpakaian dan berprilaku sesuai dengan budaya negara Indonesia. Tetapi perlu diingat, Indonesia terdiri diatas kesepakatan ratusan suku bangsa yang beranekaragam suku budayanya. Ratusan suku budaya tersebut mempunyai norma-norma dan cara pandang yang berbeda mengenai kepatuhan dan tata susila.
RUUP dipandang menganggap bahwa kerusakan moral bangsa disebabkan karena kaum perempuan tidak bertingkah laku sopan dan tidak menutup rapat-rapat seluruh tubuhnya dari pandangan kaum laki-laki. Pemahaman ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang bersalah. Perempuan juga dianggap bertanggungjawab terhadap kejahatan seksual. Menurut logika agamis di dalam UUP ini, seksualitas dan tubuh penyebab pornografi dan pornoaksi merupakan seksualitas dan tubuh perempuan. Bahwa dengan membatasi seksualitas dan tubuh perempuan maka akhlak mulia, kepribadian luhur, kelestarian tatanan hidup masyarakat tidak akan terancam. Seksualitas dan tubuh perempuan dianggap kotor dan merusak moral. Sedangkan bagi pendukungnya, undang-undang ini dianggap sebagai tindakan preventif yang tidak berbeda dengan undang-undang yang berlaku umum di masyarakat (http://id.wikipedia.org/2013).
Dimana puisi tersebut mencoba menjawa eksistensi Pemerintah terhadap kinerja dan kebijakan yang diambilnya. Yang mana pemerintah sebnarnya bertugas sebagai penyalur sekaligus pejuang aspirasi rakyat. Bukan untuk menyalurkan kepentingan sendiri, apalagi memperjuangkan kepentingan golongan tertentu untuk kepentingan tertentu pula.
Jadi dari puisi tersebut, pembaca dapat mengambil pelajaran bahwa dalam menerima suatu tugas hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan bertanggungjawab. Sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

KESIMPULAN
Melalui pusisi karya Gadis Ariviana yang berjudul Akhirnya Disahkan menimbulkan perasaan tertekan yang dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia yang akhirnya memunculkan suatu problema politik diantara kuasa pemerintah dan norma agama. Dimana dalam konteks pemikiran pengarang sendiri dalam puisi tersebut tercermin dalam bait-bait pusisinya yang secara keseluruhan mewakili bentuk penolakan dari sebagaian masyarakat Indonesia yang dirugikan oleh kebijakan pemerintah yang hanya mendepankan kepentingan pribadi tanpa melihat kembali unsur-unsur pembentuk negara Indonesia itu sendiri.
Pemikiran penulis sendiri dalam puisi tersebut tercermin dalam bait-bait puisinya yang menginsyaratkan agar pemerintah kembali menoleh kepada rakyat atau orang tanpa mementingkan satu kelompok saja. Hal ini merupakan respon langsung terhadap repsesi yang dialami oleh realitas sosial dengan gaya dan sudut pandang secara langsung mempersoalkan, bahkan merumuskan problem sosial tersebut.

Daftar pustaka
http://gadisarivia.blogspot.com/2008/. Diunduh melalui Google pada 07 Januari 2014 Pukul 20.15 WIB.
http://forum.kompas.com/perempuan/23804-mengapa-wanitanya-tak-berbaju-4.html. Diunduh melalui google pada 07 januari 2014 pukul 20.44 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi. Diunduh melalui google pada 07 januari 2014 pukul 21.16 WIB.
Noor, Redyanto.2007. “Perspektif Resepsi Novel Chilit dan Teenlit Indonesia” Makalah Diskusi Program Studi S3 Sastra.
Suryaman,Maman dan Wiyatmi.2012.Puisi Indonesia. Yogyakarta:Ombak
Tarigan,G.H.1984.Prinsip-prinsip Dasar Sastra.Bandung:Angkasa.

Pradopo, Rahmat Djoko.2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA DAN HARAP ISI BUKU TAMU DAN TINGGALKAN ALAMAT SITUS ANDA INSYAALLAH AKAN SAYA KUNJUNGI