PENGARUH KUALITAS SOAL UJIAN NASIONAL 2014
YANG BERSTANDAR INTERNASIONAL TERHADAP
PERKEMBANGAN
PSIKOLOGIS SISWA SMA
Makalah ini
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Menulis Karya Ilmiah
Dosen
Pengampu: Ary Kristiyani, M.Hum.
Logo UNY
Disusun Oleh :
Frans Apriliadi (12201241006)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pelaksanaan
UN yang baru saja berakhir menimbulkan
berbagai macam
persoalan yang harus diatasi oleh pemerintah. Persoalan yang terjadi selama ini, bukanlah suatu persoalan
baru yang dihadapi dalam
dunia pendidikan. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukan bahwa kualitas
pendidikan di Indonesia mengalami ketidakstabilan. Jika dilihat lebih
jauh, persoalan yang muncul selama
ini merupakan persoalan yang melibatkan
kebijakan pemerintah, sesuatu yang
dianggap kecil bagi pemerintah namun berdampak besar terhadap peserta didik. Menghadapi
hal itu, sistem pendidikan di Indonesia dengan segala permasalahannya harus
segera diselesaikan agar dapat
menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara lainnya.
Permasalahan
umum dan selalu muncul dalam pelaksanaa UN, serta menjadi fokus perhatian bagi perkembangan
mental peserta didik adalah masalah jumlah paket soal yang selalu dikeluhkan
siswa setiap tahun dan salah satunya dengan
menetapkan jumlah soal sebanyak dua puluh paket yang berbarcode. Jumlah paket soal ini jauh berbeda dari jumlah paket soal
pada tahun-tahun sebelumnya. Pada pada tahun 2010,
pemerintah menetapkan dua paket soal UN,
dua tahun berikutnya, jumlah paket soal mengalami peningkatan
menjadi lima paket soal. Setelah dua kali melakukan perubahan jumlah paket soal, pemerintah
masih menemui terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan UN. Berdasarkan pengalaman
tersebut, pemerintah menaikan kembali menjadi dua puluh paket soal Ujian Nasional yang
tentunya hal tersebut memberatkan siswa.
Jumlah dua puluh paket soal, yang
awal diterapkan pada tahun 2013 berbeda
jauh dengan tahun 2014. Sistem yang
diterapkan pada tahun 2013, pada dasarnya
terdiri dari soal dan lembar jawaban yang tidak berbarcode, serta bobot maupun soal yang diujikan memiliki tingkatan yang sama dalam satu
ruangan, hanya saja urutan soal tiap paketnya dibuat berbeda.
Berbeda dengan tahun 2014, setiap soal dan lembar jawaban yang digunakan siswa
berbeda antara yang satu dengan yang lain. Maksud dari pemerintah
terus menaikkan jumlah paket soal Ujian
Nasional dan menerapkan sistem soal berbarcode ini, tidak lain untuk
meminimalisir tingkat kecurangan dan kebocoran soal yang sudah menjadi rahasia umum dalam dunia pendidikan. Di
sisi lain, pemerintah memiliki tujuan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia setiap tahunnya. Selain itu,
dengan dua puluh paket soal tersebut siswa diharapkan mampu percaya diri dan
mandiri dalam mengerjakan soal ujian nasional berdasarkan kemampuannya sendiri.
Masalah lain yang mucul yaitu tidak relevannya soal
yang dihadapi dengan yang dipelajari oleh peserta
UN. Mereka menganggap
soal yang diujikan dan dipelajari selama beberapa
tahun di sekolah tidak berdasarkan silabus yang
diberikan. Hal ini diperburuk dengan soal
yang diujikan pada saat UN merupakan soal yang berstandar
Internasional yang mengadopsi standar PISA (Programme for
International Student Assessment)dan standar TIMSS (Trends
in International Methematics and Science Study) yang mengarah pada
keterampilan membaca, matematika dan sains. Selain itu, pemberitahuan tentang UN
berstandar internasional baru diberikan pada hari pertama
saat UN berlangsung. Hal tersebut membuat
siswa merasa kecewa dan merasa dijadikan kelinci percobaan oleh pemerintah karena
apa yang sudah dipelajari selama proses pembelajaran tidak bermanfaat ketika
menghadapi UN.
Selain permasalahan yang sudah
diketahui secara umum, terdapat permasalahan lain yang berkaitan dengan
kesulitan siswa memahami soal. Soal
yang diujikan kepada siswa umumnya memiliki kategori terlalu panjang dan membutuhkan
pemikiran yang lebih dalam
memahami maksud soal tersebut. Hal
ini tidak sulit bagi siswa yang memiliki tingkat pemikiran dan pemahaman yang
lebih baik, namun berbeda bagi
siswa yang kurang mampu dalam memahami soal ujian berstandar internasional yang dapat dianggap sebagai suatu bentuk tekanan yang dapat
mempengaruhi kejiwaan siswa.
Menghadapi permasalahan
yang menyangkut pelaksanaan UN dengan segala permasalahannya, dari perubahan
jumlah paket yang setiap tahun mengalami peningkatan, soal yang diujikan tidak
sesuai dengan materi yang selama ini dipelajari, soal yang harus dikerjakan
memiliki tingkat kualitas berstandar internasional, maupun beberapa jenis soal
yang sulit untuk dipahami dengan melihat daya pikir anak Indonesia setiap
daerah berbeda-beda. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tidak mengherankan,
timbul berbagai macam permasalahan yang dapat mempengaruhi perkembangan
psikologis anak sebelum atau sesudah menghadapi UN yang umumnya dikarenakan
rasa ketakutan terhadap hasil yang mereka hadapi kedepannya. Berdasarkan
uraian tersebut, maka makalah ini memaparkan
mengenai pengaruh pelaksanaan ujian nasional dan perkembangan psikologis siswa dengan
judul “Pengaruh Kualitas Soal UN
2014 yang Berstandar Internasional terhadap Perkembangan Psikologis Siswa SMA”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan
masalah antara lain sebagai berikut.
1.
Bagaimana pengaruh
pelaksanaan Ujian Nasional dengan menggunakan soal berstandar Internasional
terhadap kualitas pendidikan di Indonesia?
2.
Bagaimana perkembangan
psikologis peserta UN?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Mendeskripsikan pengaruh
pelaksanaan UN
dengan menggunakan soal berstandar internasional
terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
2.
Memaparkan perkembangan
psikologis peserta Ujian Nasional setelah menghadapi Ujian Nasional.
D.
Manfaat
Manfaat yang
dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Dapat membantu
siswa untuk lebih siap dalam menghadapi soal ujian nasional selanjutnya.
2.
Dapat membantu guru
dalam mengarahkan, memotivasi siswa untuk siap dan tanggap menghadapi soal
ujian nasional selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan
Tentang Perkembangan Psiokologis Peserta Didik
Istilah
psikologi merupakan suatu konsep yang yang cukup kompleks yang terdapat di
dalam dimensi seseorang maupun masyarakat. Secara bahasa, psikologi
berasal dari bahasa Yunani psychology
yang merupakan gabungan dari kata psyche
danlogos.
Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah
psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa (Sugihartono,dkk., 2012: 1). Menurut Purwanto (1989: 1) menyatakan bahwa psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari segala bentuk tingkah laku kejiwaan yang ditunjukan
oleh manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa psikologi merupakan kegiatan mempelajari
segala macam bentuk gejala yang dialami oleh manusia dalam hidupnya (Mahmud,
1989: 2). Selain itu, Sugihartono, dkk. (2012: 5) menambahkan psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari segala perkembangan dan tingkah laku manusia,
dalam interaksi yang dilakukan dengan lingkungannya.
Psikologi
juga dipandang sebagai salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari ilmu
pengetahuan sebagai suatu kesatuan dalam memahami manusia dengan maksud untuk
menempatkan dan memperlakukan manusia sebagaimana mestinya (Suryabrata, 1989:
1). Terkait beberapa pemaparan di atas tentang pengertian psikologis, maka
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa psikologi merupakan cabang dari ilmu
pengetahuan yang mencoba memahami segala proses kejiwaan yang dialami oleh
manusia dalam hidupnya maupun gejala kejiwaan yang timbul dari proses interaksi
antara manusia dengan orang lain, maupun dengan lingkungannya.
Menurut
Arikunto (1986: 12) mengatakan bahwa peserta didik merupakan siapa saja yang
terdaftar di dalam suatu instansi lembaga pendidikan, sehingga dapat dikatakan
sebagai objek peserta didik. Berbeda dengan itu, UU
No. 20 tahun 2003 (2003: 2)pasal
1 ayat 4 menyatakan peserta
didik adalah “anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensidiri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenispendidikan tertentu”. Selaras dengan itu,
peserta didik merupakan bagian dari elemen masyarakat yang berusaha
mengembangkan segala potensi yang terdapat di dalam dirinya melalui proses
pendidikan, dan dalam pelaksanaannya dibutuhkan bantuan orang lain dalam hal
ini guru untuk membimbing menuju proses kedewasaan (Siswoyo, dkk., 2011: 96). Sedangkan
menurut Ahmadi (2001: 2) juga mengatakan peserta
didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan,
bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya
sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai
anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu.
Peserta
didik dipandang sebagai bagian dari kesatuan masyarakat yang memiliki potensi,
pemikiran, keterampilan di dalam dirinya sehingga memiliki manfaat bagi orang
lain. Namun, di dalam pelaksanaannya dibutuhkan bantuan orang lain melalui proses
pembelajaran dalam lembaga pendidikan, sehingga potensi yang terdapat di dalam
dirinya dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Berdasarkan pemaparan di atas,
terkait psikologi dan peserta didik maka dapat ditarik kepemahaman bahwa perkembangan
psikologi peserta didik merupakan salah satu bagian dari pengkajian psikologi
perkembangan yang terdapat di dalam diri peserta didik. Perkembangan ini
berusaha menjelaskan dan menggambarkan proses perubahan-perubahan kejiwaan yang
dialami peserta didik ketika menjadi salah satu bagian dari institusi
pendidikan. Perkembangan psikologi yang terjadi di dalam jiwa peserta didik
secara terus menerus, dapat mempengaruhi perkembangan mental kedepannya.
B. Tinjauan
Tentang UN dari Sisi Evaluasi
Proses pelaksanaan UN, mucul
berbagai macam permasalahan yang sampai sekarang menjadi suatu hal yang hangat
diperbincangkan. UN pada
pelaksanaannya dijadikan suatu media evaluasi terhadap kinerja mereka selama
lima tahun terakhir. Evaluasi menjadi salah satu jalan yang paling tepat untuk mengetahui
apakah sistem pendidikan mengalami peningkatan atau penurunan dikarenakan
sistem UN yang sifatnya global.
Evaluasi pada hakikatnya berbeda dengan penilaian. Menurut Cronbach dan
Stufflebeam, mengatkan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana
tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan (dalam Arikunto, 2009:3). Menurut Want dan
Brown (1957: 1) mengatakan “Evaluation
refer to the act or prosess to determining the velue of something”
(evaluasi merupakan tindakan atau proses menentukan nilai dari sesuatu). Hal
ini didukung oleh pendapat ahli yang mengatakan, evaluasi merupakan suatu
proses kegiatan yang dibuat secara terstruktur untuk melihat keadaan yang
terdapat pada suatu objek melalui instrumen, sehingga hasilnya dapat dijadikan
suatu tolak ukur ketika menarik sebuah kesimpulan (Thoha, 2003: 1). Menurut
Rahmanto (1988: 122) mengatakan bahwa evaluasi merupakan cerminan
tingkat pengetahuan yang diujikan kepada seseorang terhadap mata pelajaran
tertentu dan sangat berpengaruh perkembangan masa depan selanjutnya.
Purwanto (1984: 3) menyatakan bahwa
evaluasi dipandang sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis, yang
memiliki arti sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan secara terstruktur
dan berkesinambungan. Menurut Sudijono (2007: 1) mengatakan bahwa evaluasi
mengarah atau merujuk kepada suatu proses berupa tindakan yang dilakukan untuk
menentukan dan mencapai suatu nilai dari sesuatu. Pendapat ini didukung oleh
Arikunto (2009: 3) yang mengatakan bahwa evaluasi berarti menilai, namun untuk
mencapainya perlu dilakukan proses mengukur terlebih dahulu. Selain itu,
evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses tindakan dalam menentukan nilai
yang memiliki hubungan dengan dunia pendidikan (Nurkancana dan Sunartana, 1982:
1).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat
dikatakan bahwa UN ditinjau dari sisi evaluasi memiliki pengertian sebagai alat
untuk mengukur ketercapaian akan tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa,
salah satu caranya dengan mengadakan tes terhadap beberapa mata pelajaran
tertentu. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan suatu tolak ukur untuk
mengetahui apa yang harus diperbaiki di dalam lingkup pendidikan.
C. Tinjauan
Tentang Soal UN yang Berstandar Internasional
UN
adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara besar
dengan skala nasional , diikuti dengan adanya persamaan mutu tingkat pendidikan
antar daerah yang dilakukan oleh Pemerintah. Ujian ini berpedoman pada UU No.20 Tahun 2003 (2003: 21) pada pasal 57
ayat 1 dijelaskan bahwa “evaluasi hasil belajar
peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.Lebih lanjut, pada pasal 58 ayat 2 dinyatakan
bahwa “evaluasi
peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga
yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk
menilai pencapaian standar nasional pendidikan”.
Standar pendidikan nasional diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang intinya mengatur delapan macam standar nasional
pendidikan, yang mencangkup standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulus, standar tenaga kependidikan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. Kesemuannya harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Pemerintah tetap bertekad menggunakan
hasil UN sebagai salah satu pertimbangan
untuk pemetaan mutu program atau satuan pendidikan, serta
sebagai dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, sebagai dasar penentuan
kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan, serta sebagai
dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan terkait upaya meningkatkan mutu pendidikan. Kisi-kisi soal ujian 2014 pun masih
sama seperti kisi-kisi soal tahun lalu, yaitu sebagaimana ditetapkan Peraturan
BSNP Nomor 009/P/BSNP/XI/2012. Demikian halnya jumlah paket soal. Paket soal
yang diterima peserta yang satu dan peserta yang lain pada UN 2014 berbeda. Hal
itu juga terjadi pada tahun 2013. (Rustono melalui http://m.suaramerdeka.com).
Standar
soal yang diujikan pada tahun ini berbeda dengan standar soal pada tahun-tahun
sebelumnya. Jenis soal yang digunakan pada tahun 2014 mengadopsi standar soal
Internasional, dengan komposisi bobot soal 20% soal sulit, 70% soal sedang, dan
10% soal mudah. Mendikbud M.Nuh mengatakan soal yang dibuat merupakan soal yang
mengadopsi soal-soal berstandar PISA (Programme for International Student Assessment)
yang mengedepankan prestasi atau keteampilan membaca,
matematika dan sains serta berada dibawah koordinasi OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang
bekedudukan di Paris, Prancis. Tidak hanya PISA, soal Ujian Nasional 2014 juga
mengadopsi soal-soal dengan standar TIMSS (Trends
in International Methematics and Science Study) yang merupakan studi
Internasional tentang prestasi matematika dan sains sekolah lanjutan tingat
pertama yang dikoordinasikan oleh IEA (International Association for the Evaluation
of Educational Achievement)
yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda (Laeis melalui http://www.antaranews.com/).
Data lain menyebutkan, PISA (Programme for International Student Assessment ) adalah studi
internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa
sekolah berusia 15 tahun. Studi ini dikoordinasikan oleh OECD (Organization
for Economic Cooperation and Development) yang
berkedudukan di Paris, Perancis. Tujuan
PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains
siswa sekolah berusia 15 tahun di negara-negara peserta. Bagi
Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh
antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa Indonesia
bila dibandingkan dengan prestasi literasi siswa di
negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu,
hasil studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan
kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan (Ramadhani, 2012: 13).
Selain itu, TIMSS
(Trends
in International Methematics and Science Study) merupakan studi internasional yang dilakukan oleh IEA (International Association for the Evaluation
of Educational Achievement) setiap empat tahunan, sejak tahun 1955.
TIMSS menilai prestasi matematika dan sians siswa serta mengumpulkan berbagai
informasi berkaitan dengan sekolah, kurikulum, dan pembelajaran. Pemanfaatan hasil studi internasional seperti TIMSS
dapat ditindaklanjuti dengan menganalisis
faktor-faktor penentu hasil belajar sains dengan cara yang berbeda. Data hasil TIMSS
perlu dikaji guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam bidang matematika
dan sains (Ramadhani, 2012: 3).
Pembuatan
soal UN bukan suatu hal yang baru dan bersifat dadakan. Pemerintah menjamin
soal-soal berstandar internasional tidak terlepas dari Kisi-kisi UN yang sudah
dipublikasi. Dengan adanya soal ujian berstandar Internasional tersebut,
pemerintah mengatakan UN memiliki banyak fungsi, yaitu fungsi untuk melakukan
pemetaan kualitas pendidikan di Indonesia secara nyata. Kemudian fungsi
kualitas pembelajaran Indonesia sesuai dengan pemeringkatan PISA (Laeis melalui http://www.antaranews.com).
Berdasarkan
beberapa data di atas, maka dapat dikatakan bahwa UN berstandar internasional
yang diterapkan pada April 2014 merupakan Ujian Nasional yang bepedoman pada
standar yang ditetapkan oleh PISA (Programme
for International Student Assessment) yang mengutamakan kemampuan membaca, matematika dan
sains. Selain itu UN berstandar internasional juga mengarah pada standar TIMSS
(Trends in International Methematics and
Science Study) yang merupakan studi internasional tentang prestasi
matematika dan sains sekolah lanjutan tingat pertama. Namun, dalam penerapannya
tidak terlepas dari kisi-kisi UN yang telah dipublikasi.
D. Pengaruh
Kualitas Soal UN 2014 Berstandar Internasional Terhadap Perkembangan Kualitas Pendidikan
di Indonesia.
Pelaksanaan UN
bukanlah suatu hal yang baru di dalam sistem Pendidikan Indonesia. UN dianggap
sebagai jalan untuk melihat pemerataan yang telah dilakukan. Pada
pelaksanaannya UN 2014 dilakukan selama beberapa hari, dimulai pada tanggal 14
sampai 16 April 2014 untuk jenjang SMA/MA, SMALB, dan SMK. Untuk
mempersiapkan menghadapi UN tersebut,
siswa selain mempelajari materi pelajaran yang diujikan juga perlu
mempersiapkan diri dari segi psikologis supaya dapat mengikuti UN dengan optimal (Desk
Informasi melalui http://setkab.go.id/).
Pelaksanaan UN
tahun ini dirasa berbeda dari tahun sebelumnya oleh peserta UN dikarenakan soal
yang mereka hadapi merupakan soal berstandar internasional, yang berlandaskan
pada standar PISA dan TIMSS. Pelaksanaan UN berstandar internasional, secara
otomatis tidak signifikan terhubung dengan kualitas. Indonesia sendiri setelah
10 tahun melaksanakan UN sebagai penentu kelulusan, lalu dimana letak sistem
pendidikan nasional di PISA hal tersebut membuat sistem pendidikan Indonesia
semakin rendah dan menunjukan Indonesia berada di papan bawah dalam sistem
pendidikan.
Sistem PISA
merupakan suatu keterampilan kemampuan membaca, sedangkan TIMSS merupakan
penilaian berdasarkan sains. Melihat kedua sistem ini, Indonesia berada pada
posisi bawah. Sedangkan untuk urutan TIMSS, Indonesia berada di bawah Palestina.
Jika Indonesia menggunakan sistem perengkingan, artinya selama 10 tahun UN yang
selama ini dilaksanakan tidaklah mendongkrak Indonesia naik dan bahkan
Indonesia pada tahun 2011 dinyatakan sebagai negara tragedi nol buku. Nol buku
artinya tidak ada satu buku yang diselesaikan anak Indonesia dalam satu tahun,
dan buku-buku tersebut berada di luar buku teks (Setiawan melalui http://www.bincangedukasi.com).
Sehingga dalam
tes PISA, yang merupakan kemampuan
menganalisis bacaan, kemampuan membaca anak Indonesia sendiri dapat dikatakan
cukup memprihatinkan, dan jelas ketika tes PISA ini dilaksanakan maka membuat
nilai pendidikan Indonesia menjadi jatuh. Pendidikan Indonesia setelah
melaksanakan 10 tahun UN dilaksanakan sebagai penentu kelulusan, anak-anak
lebih terfokus pada bimble tentang
bagaimana menjawab soal. Guru-gurupun melatih bagaimana menjawab soal, tidak
pada bagaimana esensi pendidikan yang sebenarnya, yang seharusnya membangun literasi
untuk membaca, menulis, diskusi tidak diterapkan pada kegiatan menjawab soal.
Pemerintah
seharusnya jangan melihat semua mutu pendidikan yang ada di Indonesia seolah
sama dengan dunia internasional. Sebenarnya pendidikan berstandar nasional dan
internasional yang dibuat sendiri memiliki parameter yang lebih baik dan lebih
cocok dengan negara Indonesia yang multikultural. Hal ini dikarenakan tidak
bisa mengukur wilayah lain, NTT dan NTB misalnya dengan Jakarta. Masing-masing
daerah memiliki tipologi dan keragaman dalam hal daya pikir dan penalaran.
Sehingga dalam hal ini tidak perlu diterapkan soal-soal berstandar internasional,
lebih baik menerapkan soal-soal berstandar nasional yang benar-benar dibangun
parameternya berdasarkan kondisi lokal, dan tidak tertinggal dengan tantangan
global. Sebenarnya dengan pelaksanaan UN dengan berstandar internasional tidak
memiliki dampak terhadap pendidikan Indonesia, justru menimbulkan kekhawatiran
dan mempengaruhi perkembangan psikologis siswa.
Tidaklah mengherankan
jika banyak praktik kecurangan dan penjualan kunci jawaban mendekati
pelaksanaan UN yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pelaksanaan jual beli
jawaban tidak hanya melibatkan antar siswa saja, bahkan melibatkan hubungan
antar sekolah. Sehingga biaya untuk memperoleh kunci jawaban tersebut terbilang
murah. Wajar dalam pelaksanaannya, UN berstandar internasional memang
benar-benar sangat merugikan anak-anak dan anaklah yang menjadi korban dalam
sistem ini.
Permasalahan
tersebut tidaklah berhenti begitu saja, pelaksanaan Ujian UN berstandar internasional
membuat passing grade menjadi 5,5
yang terbilang relatif tinggi, mengingat soal-soal yang dikerjakan oleh
anak-anak bukanlah soal-soal yang mudah untuk dikerjakan. Nilai ini juga
menjadi hal yang sulit untuk dicapai bagi sebagian sekolah misalnya saja bagi anak-anak
di NTT, yang berada di daerah-daerah
dengan sistem pendidikan yang masih terbatas. Walaupun dalam penerapan
pendidikan sudah memberlakukan kurikulum 2013, namun di NTT masih mengajarkan
kurikulum 1994 dan buku yang dipakai untuk diajarkan pada siswa adalah buku
yang berkisaran pada tahun tersebut. Sehingga ketika UN dilaksanakan banyak
anak-anak di sekolah tersebut tidak bisa mencapai nilai yang ditentukan oleh
pemerintah (Laeis melalui http://www.antaranews.com/).
Tidak menjadi
rahasia umum jika guru di sekolah tersebut memberikan kunci jawaban,
dikarenakan soal yang diberikan dan materi yang diajarkan berbeda.Hal tersebut
membuktikan bahwa Indonesia yang sangat beragam, dan jika standar Internasional
diterapkan, di NTT, NTB dan daerah tertinggal lainnya terasa sulit untuk
mencapai nilai sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
E.
Perkembangan Psikologis Peserta UN
UN berpengaruh
terhadap psikologis siswa. Menghadapi soal yang berstandar internasional serta
tidak sesuai dengan kisi-kisi yang selama ini mereka pelajari tentu menjadi
beban tersendiri bagi mereka. Apalagi pemberitahuan bahwa soal tersebut
berstandar internasional pada hari pertama mereka melaksanakan UN. Pemberitahuan
tersebut menjadikan siswa kurang fokus terhadap soal yang akan mereka kerjakan.
Mereka lebih memikirkan dan membayangkan bagaimana sulitnya soal selanjutnya
yang akan mereka hadapi dan harus dikerjakan. Selain itu, mereka resah karena
tidak mempunyai buku atau pedoman soal yang berstandar internasional yang akan
dipelajari untuk hari selanjutnya.
Persoalan ini
menyebabkan sebagian siswa merasa pasrah dalam
kondisi seperti ini. UN yang selama ini pemerintah laksanakan membuat mereka
merasa tertekan. Tekanan
tersebut akan berpengaruh pada menurunnya daya ingat, kebingungan
terhadap meteri ujian, bayang-bayang kegagalan menghantui saat ujian, pikiran menjadi kacau, serta menimbulkan ketakutan akan rasa malu dan tidak dapat menjawab
soal ujian dengan benar. Mereka juga beranggapan tidak akan lulus dengan nilai yang memuaskan. Kondisi
psikologis siswa seperti ini penting untuk mendapatkan perhatian lebihagar tidak mempengaruhi sistem
perkembangan dan daya pikir maupun mental psikologis anak itu sendiri. Kondisi berupa tekanan psikologis yang mucul dalam diri siswa
bermacam-macam ketika menghadapi UN. Hal ini disebabkan adanya dinamika
psikologis yang berbeda-beda dalam dirinya.
Siswa yang
dinamika psikologisnya tidak mengalami ketergangguan, akan terlihat tenang dan
siap di dalam mengerjakan soal-soal Ujian Nasional. Sebaliknya siswa yang
mengalami dinamika psikologis yang tidak baik akan mengalami kecemasan dan
ketakutan dalam menghadapi Ujian Nasional. Bentuk ketakutan tersebut dapat
dilihat secara nyata baik peningkatan detak jantung, sistem pernafasan berjalan
cepat, timbul rasa gemetar, kepala terasa pusing, telapak tangan terasa dingin,
berkeringat dingin, timbulnya rasa kurang percaya diri, merasa adanya bahaya,
tegang, tidak bisa konsentrasi, gelisah dan panik. Bahkan yang lebih
membahayakan bisa mengarah pada tindakan mengakhiri hidup (Tirta melalui http://www.tempo.com/).
Menghadapi hal
tersebut, kunselor baik itu guru mata pelajaran atau guru konseling, memfokuskan
untuk mengembalikan keadaan psikologis dalam diri siswa untuk siap di dalam
menghadapi UN. Perlu ditanamkan pada siswa rasa percaya dengan kemampuan diri
sendiri. Sebuah langkah sederhana dengan memotivasi siswa dalam belajar,
memberikan kiat cara belajar yang efektif dan efisien, menanamkan rasa percaya
diri akan keberhasilan diri sendiri, menekan rasa cemas dan takut dalam
menghadapi UN, menanamkan rasa disiplin dan menghilangkan pesimistis dalam
menghadapi soal UN.
Semua itu
tidaklah tewujud tanpa adanya bantuan guru mata pelajaran sebagai faktor utama
di sekolah, yang dapat membantu mempersiapkan siswa menghadapi UN. Langkah
sederhana yang awalnya telah dilaksanakan namun perlu sedikit diperbaiki sistem
pelaksanaannya. Hal tersebut diantaranya,
mengajar dengan baik dan menuntaskan materi pelajaran, menyelenggarakan
pelajaran perbaikan bagi siswa yang belum mencapai kompetensi, mengadakan
pengayaan, melakukan penilaian hasil belajar secara berkesinambungan dalam memantau
proses kemajuan, penilaian, dan perbaikan hasil dalam betuk ujian tes tertulis,
setelah selesai dilakukan evaluasi secara bersama-sama.
UN pada pelaksanaannya
secara tidak langsung berpengaruh terhadap perkembangan psikologis siswa.
Walaupun pada dasarnya, pelaksanaan UN dilaksanakan oleh pemerintah untuk
melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dilakukan mereka selama ini. Namun,
terdapat beberapa hal yang harus disadari dan perlu dipahami oleh pemerintah.
Indonesia merupakan negara dengan beragam budaya dan tradisi berbeda, selain
itu daya pikir setiap anak juga berbeda setiap daerah. Pemerintah tidak
seharusnya menyamakan setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki kesederajatan
dengan deerah yang terdapat di pulau Jawa. UN bukan satu-satunya jalan untuk
melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan Indonesia.Peningkatan sistem
pendidikan Indonesia dapat dilakukan dengan berbagaimacam cara salah satunya
dengan meningkatkan kualitas guru, memperbaiki kualitas bangunan sekolah,
memperbaiki distribusi buku, penerapan kurikulum yang baik, perbaikan
distribusi guru yang merata di setiap sekolah.
BAB III
KESIMPULAN
A. Simpulan
Berdasarkan pembuatan makalah ini, dapat
ditarik beberapa kesimpulan terhadap pembahasan di atas, diantaranya.
1. Pelaksanaan UN dengan menggunakan soal berstandar
internasional tidak berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Sistem PISA merupakan suatu keterampilan kemampuan membaca, sedangkan TIMSS
merupakan penilaian berdasarkan sains. Melihat kedua sistem ini, kemampuan
membaca anak-anak Indonesia berada pada posisi bawah. Sedangkan untuk urutan
TIMSS, Indonesia berada di bawah Palestina dalam hal sains. Jika Indonesia
menggunakan sistem perengkingan, artinya UN yang selama 10 tahun dilaksanakan
tidaklah mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia, justru sebaliknya. Belum
lagi, Indonesia pada tahun 2011 dinyatakan sebagai negara tragedi nol buku. Nol
buku artinya tidak ada satu buku yang diselesaikan anak Indonesia dalam satu
tahun, dan buku-buku tersebut berada di luar buku teks, ditambah daya pikir
anak-anak di beberapa daerah berbeda dengan pemikiran anak-anak di Jakarta. Hal
ini menunjukan bahwa Ujian Nasional berstandar Internasional dikatakan gagal
meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
2. Pelaksanaan UN berstandar internasional secara psikologis
membuat pikiran peserta UN terganggu. Mereka pada dasarnya merasa tebebani,
ketika menghadapi soal ujian berstandar internasional tersebut. Ditambah, soal berstandar
internasional baru diberitahu oleh pemerintah pada hari pertama pelaksanaan UN.
Hal ini menjadikan siswa kurang fokus terhadap soal yang akan mereka kerjakan.
Selain itu, mereka resah karena tidak mempunyai buku atau pedoman soal yang
berstandar internasional yang akan dipelajari untuk hari selanjutnya. Tekanan
berupa persepsi ketidaksanggupan mengerjakan soal, juga mempengaruhi menurunnya daya ingat, tidak terstruktur dan merasa kebingungan pada meteri ujian, bayang-bayang kegagalan menghantui saat ujian, pikiran menjadi kacau, serta menimbulkan ketakutan akan rasa malu dan takut tidak dapat
menjawab soal ujian dengan benar. Mereka juga beranggapan tidak akan lulus dengan nilai yang memuaskan.
B.
Saran
Berdasarkan pembuatan makalah ini, terdapat beberapa
saran yang dapat dijadikan bahan evaluasi bagi semua elemen pendidikan, diantaranya.
1.
Dapat
memberitahuguru agar segera melakukan kegiatan dalam hal membantu, mengarahkan, memotivasi siswa untuk siap dan
tanggap menghadapi soal ujian nasional selanjutnya.
2.
Dapat dijadikan
bahan evaluasi bagi pemerintah untuk dapat membuat suatu sistem evaluasi
pendidikan yang lebih baik daripada pelaksanaan Ujian Nasional dengan
mendepankan aspek keanekaragaman anak-anak Indonesia yang beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto,
Suharsimi. 1986. Pengelolahan
Materiil. Yogyakarta: AP FIP UNY.
________________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
RinekaCipta.
________________. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.
Berita Indonesia. 2006. Para Korban
UN 2006 Meminta Keadilan. Diakses dari http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/para-korban-UN-2006
meminta-keadilan pada tanggal 24 April 2014.
Desk Informasi. 2014. Presiden SBY Beri Semangat Peserta Ujian Nasional. Diakses dari http://setkab.go.id/berita-12732-presiden-sby-beri-semangat-peserta-ujian-nasional.html pada tanggal 27 April 2014.
Laeis, Zuhdiar . 2014. Sekolah Tak Tahu Soal UN Berstandar Internasional. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/420760/sekolah-tak-tahu-soal-un-berstandar-internasional pada tanggal 27 April 2014.
Mahmud, Damyati. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Pendidikan.
Nurkancana, Wayan dan P.P.H. Sunarta. 1982. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Ramadhani, Irham. 2012. TIMSS dan
PISA. Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/111334541/Timss-Dan-Pisa pada tanggal 2 Mei 2014.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran
Sastra. Terjemahan H.L.B. Moody. Yogyakarta: Kanisius.
Rustono. 2014. Antara Ujian Nasional
2014 dan 2013. Diakses dari http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/03/07/254791 pada tanggal 27 April 2014.
Setiawan, Bukik. 2014. Tragedi Nol
Buku dan Sistem Pendidikan Kita. Diakses dari http://www.bincangedukasi.com/tragedi-nol-buku/ pada tanggal 27 April 2014.
Siswoyo, Dwi, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan
Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudijono, Anas. 2007. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sugihartono dkk.
2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:
UNY Press.
Suryabrata, Sumadi. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
CV. Rajawali.
Thoha, M. Chabib. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Tirta, Ilham. 2013. Takut Tak Lulus Ujian Nasional, Fanny Gantung Diri. Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2013/05/18/064481412/Takut-Tak-Lulus-Ujian-Nasional-Fanny-Gantung-Diri pada tanggal 27 April 2014.
Undang-undang RI Nomor.20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV Eka
Jaya.
Purwanto, Hqalim. 1989. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
________________. 1984. Prinsip-Prinsip
dan Teknik Evaluasi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wandt, Edwind., and Gerald Brown. 1957. Essential
of Educational Evaluation. New York: Holt Rinehart and Winston.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar