Selamat Datang Di blogku...Selamat Membaca Semoga Bermanfaat
Kupersembahkan Rangkaian Kata-Kata Indah Buat Ibu Saya Tercinta Dirumah, Wanita Yang Paling Saya Cinta Dan Paling Saya Bangga

Sabtu, 10 Mei 2014

Contoh Makalah Ilmiah

PENGARUH KUALITAS SOAL UJIAN NASIONAL 2014
YANG BERSTANDAR INTERNASIONAL TERHADAP 
PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS SISWA SMA

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Menulis Karya Ilmiah
Dosen Pengampu: Ary Kristiyani, M.Hum.





 

 Logo UNY






Disusun Oleh :

Frans Apriliadi            (12201241006)




JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
 




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan UN yang baru saja berakhir menimbulkan berbagai macam persoalan yang harus diatasi oleh pemerintah. Persoalan  yang terjadi selama ini, bukanlah suatu persoalan baru yang dihadapi dalam dunia pendidikan. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia mengalami ketidakstabilan. Jika dilihat lebih jauh, persoalan yang muncul selama ini merupakan persoalan yang melibatkan kebijakan pemerintah, sesuatu yang dianggap kecil bagi pemerintah namun berdampak besar terhadap peserta didik. Menghadapi hal itu, sistem pendidikan di Indonesia dengan segala permasalahannya harus segera diselesaikan agar dapat menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara lainnya.
            Permasalahan umum dan selalu muncul dalam pelaksanaa UN, serta menjadi fokus perhatian bagi perkembangan mental peserta didik adalah masalah jumlah paket soal yang selalu dikeluhkan siswa setiap tahun dan salah satunya dengan menetapkan jumlah soal sebanyak dua puluh paket yang berbarcode. Jumlah paket soal ini jauh berbeda dari jumlah paket soal pada tahun-tahun sebelumnya. Pada pada tahun 2010, pemerintah menetapkan dua paket soal UN, dua tahun berikutnya, jumlah paket soal mengalami peningkatan menjadi lima paket soal. Setelah dua kali melakukan perubahan jumlah paket soal, pemerintah masih menemui terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan UN. Berdasarkan pengalaman tersebut, pemerintah menaikan kembali menjadi dua puluh paket soal Ujian Nasional yang tentunya hal tersebut memberatkan siswa.
            Jumlah dua puluh paket soal, yang awal diterapkan pada tahun 2013 berbeda jauh dengan tahun 2014. Sistem yang diterapkan pada tahun 2013, pada dasarnya terdiri dari soal dan lembar jawaban yang tidak berbarcode, serta bobot maupun soal yang diujikan memiliki tingkatan yang sama dalam satu ruangan, hanya saja urutan soal tiap paketnya dibuat berbeda. Berbeda dengan tahun 2014, setiap soal dan lembar jawaban yang digunakan siswa berbeda antara yang satu dengan yang lain. Maksud dari pemerintah terus menaikkan jumlah paket soal Ujian Nasional dan menerapkan sistem soal berbarcode ini, tidak lain untuk meminimalisir tingkat kecurangan dan kebocoran soal yang sudah menjadi rahasia umum dalam dunia pendidikan. Di sisi lain, pemerintah memiliki tujuan  untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia setiap tahunnya. Selain itu, dengan dua puluh paket soal tersebut siswa diharapkan mampu percaya diri dan mandiri dalam mengerjakan soal ujian nasional berdasarkan kemampuannya sendiri.
            Masalah lain yang mucul yaitu tidak relevannya soal yang dihadapi dengan yang dipelajari oleh peserta UN. Mereka menganggap soal yang diujikan dan dipelajari selama beberapa tahun di sekolah tidak berdasarkan silabus yang diberikan. Hal ini diperburuk dengan soal yang diujikan pada saat UN merupakan soal yang berstandar Internasional yang mengadopsi standar PISA (Programme for International Student Assessment)dan standar TIMSS (Trends in International Methematics and Science Study) yang mengarah pada keterampilan membaca, matematika dan sains. Selain itu, pemberitahuan tentang UN berstandar internasional baru diberikan pada hari pertama saat UN berlangsung. Hal tersebut membuat siswa merasa kecewa dan merasa dijadikan kelinci percobaan oleh pemerintah karena apa yang sudah dipelajari selama proses pembelajaran tidak bermanfaat ketika menghadapi UN.
            Selain permasalahan yang sudah diketahui secara umum, terdapat permasalahan lain yang berkaitan dengan kesulitan siswa memahami soal. Soal yang diujikan kepada siswa umumnya memiliki kategori terlalu panjang dan membutuhkan pemikiran yang lebih dalam memahami maksud soal tersebut. Hal ini tidak sulit bagi siswa yang memiliki tingkat pemikiran dan pemahaman yang lebih baik, namun berbeda bagi siswa yang kurang mampu dalam memahami soal ujian berstandar internasional yang dapat dianggap sebagai suatu bentuk tekanan yang dapat mempengaruhi kejiwaan siswa.
          Menghadapi permasalahan yang menyangkut pelaksanaan UN dengan segala permasalahannya, dari perubahan jumlah paket yang setiap tahun mengalami peningkatan, soal yang diujikan tidak sesuai dengan materi yang selama ini dipelajari, soal yang harus dikerjakan memiliki tingkat kualitas berstandar internasional, maupun beberapa jenis soal yang sulit untuk dipahami dengan melihat daya pikir anak Indonesia setiap daerah berbeda-beda. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tidak mengherankan, timbul berbagai macam permasalahan yang dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak sebelum atau sesudah menghadapi UN yang umumnya dikarenakan rasa ketakutan terhadap hasil yang mereka hadapi kedepannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka makalah ini memaparkan mengenai pengaruh pelaksanaan ujian nasional dan perkembangan psikologis siswa dengan judul “Pengaruh Kualitas Soal UN 2014 yang Berstandar Internasional terhadap Perkembangan Psikologis Siswa SMA”.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah antara lain sebagai berikut.
1.        Bagaimana pengaruh pelaksanaan Ujian Nasional dengan menggunakan soal berstandar Internasional terhadap kualitas pendidikan di Indonesia?
2.        Bagaimana perkembangan psikologis peserta UN?

C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.        Mendeskripsikan pengaruh pelaksanaan UN dengan menggunakan soal berstandar internasional terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
2.        Memaparkan perkembangan psikologis peserta Ujian Nasional setelah menghadapi Ujian Nasional.


D.      Manfaat
     Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.        Dapat membantu siswa untuk lebih siap dalam menghadapi soal ujian nasional selanjutnya.
2.        Dapat membantu guru dalam mengarahkan, memotivasi siswa untuk siap dan tanggap menghadapi soal ujian nasional selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Tinjauan Tentang Perkembangan Psiokologis Peserta Didik
Istilah psikologi merupakan suatu konsep yang yang cukup kompleks yang terdapat di dalam dimensi seseorang maupun masyarakat. Secara bahasa, psikologi berasal dari bahasa Yunani psychology yang merupakan gabungan dari kata psyche danlogos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa (Sugihartono,dkk., 2012: 1). Menurut Purwanto (1989: 1) menyatakan bahwa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari segala bentuk tingkah laku kejiwaan yang ditunjukan oleh manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa psikologi merupakan kegiatan mempelajari segala macam bentuk gejala yang dialami oleh manusia dalam hidupnya (Mahmud, 1989: 2). Selain itu, Sugihartono, dkk. (2012: 5) menambahkan psikologi merupakan ilmu yang mempelajari segala perkembangan dan tingkah laku manusia, dalam interaksi yang dilakukan dengan lingkungannya.
Psikologi juga dipandang sebagai salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari ilmu pengetahuan sebagai suatu kesatuan dalam memahami manusia dengan maksud untuk menempatkan dan memperlakukan manusia sebagaimana mestinya (Suryabrata, 1989: 1). Terkait beberapa pemaparan di atas tentang pengertian psikologis, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa psikologi merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang mencoba memahami segala proses kejiwaan yang dialami oleh manusia dalam hidupnya maupun gejala kejiwaan yang timbul dari proses interaksi antara manusia dengan orang lain, maupun dengan lingkungannya.
Menurut Arikunto (1986: 12) mengatakan bahwa peserta didik merupakan siapa saja yang terdaftar di dalam suatu instansi lembaga pendidikan, sehingga dapat dikatakan sebagai objek peserta didik. Berbeda dengan itu, UU No. 20 tahun 2003 (2003: 2)pasal 1 ayat 4 menyatakan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensidiri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenispendidikan tertentu. Selaras dengan itu, peserta didik merupakan bagian dari elemen masyarakat yang berusaha mengembangkan segala potensi yang terdapat di dalam dirinya melalui proses pendidikan, dan dalam pelaksanaannya dibutuhkan bantuan orang lain dalam hal ini guru untuk membimbing menuju proses kedewasaan (Siswoyo, dkk., 2011: 96). Sedangkan menurut Ahmadi (2001: 2) juga mengatakan peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu.
Peserta didik dipandang sebagai bagian dari kesatuan masyarakat yang memiliki potensi, pemikiran, keterampilan di dalam dirinya sehingga memiliki manfaat bagi orang lain. Namun, di dalam pelaksanaannya dibutuhkan bantuan orang lain melalui proses pembelajaran dalam lembaga pendidikan, sehingga potensi yang terdapat di dalam dirinya dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Berdasarkan pemaparan di atas, terkait psikologi dan peserta didik maka dapat ditarik kepemahaman bahwa perkembangan psikologi peserta didik merupakan salah satu bagian dari pengkajian psikologi perkembangan yang terdapat di dalam diri peserta didik. Perkembangan ini berusaha menjelaskan dan menggambarkan proses perubahan-perubahan kejiwaan yang dialami peserta didik ketika menjadi salah satu bagian dari institusi pendidikan. Perkembangan psikologi yang terjadi di dalam jiwa peserta didik secara terus menerus, dapat mempengaruhi perkembangan mental kedepannya.

B.  Tinjauan Tentang UN dari Sisi Evaluasi
            Proses pelaksanaan UN, mucul berbagai macam permasalahan yang sampai sekarang menjadi suatu hal yang hangat diperbincangkan. UN pada pelaksanaannya dijadikan suatu media evaluasi terhadap kinerja mereka selama lima tahun terakhir. Evaluasi menjadi salah satu jalan yang paling tepat untuk mengetahui apakah sistem pendidikan mengalami peningkatan atau penurunan dikarenakan sistem UN yang sifatnya global.
            Evaluasi pada hakikatnya berbeda dengan penilaian. Menurut Cronbach dan Stufflebeam, mengatkan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi  digunakan untuk membuat keputusan (dalam Arikunto, 2009:3). Menurut Want dan Brown (1957: 1) mengatakan “Evaluation refer to the act or prosess to determining the velue of something” (evaluasi merupakan tindakan atau proses menentukan nilai dari sesuatu). Hal ini didukung oleh pendapat ahli yang mengatakan, evaluasi merupakan suatu proses kegiatan yang dibuat secara terstruktur untuk melihat keadaan yang terdapat pada suatu objek melalui instrumen, sehingga hasilnya dapat dijadikan suatu tolak ukur ketika menarik sebuah kesimpulan (Thoha, 2003: 1). Menurut Rahmanto (1988: 122) mengatakan bahwa evaluasi merupakan cerminan tingkat pengetahuan yang diujikan kepada seseorang terhadap mata pelajaran tertentu dan sangat berpengaruh perkembangan masa depan selanjutnya.
            Purwanto (1984: 3) menyatakan bahwa evaluasi dipandang sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis, yang memiliki arti sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan secara terstruktur dan berkesinambungan. Menurut Sudijono (2007: 1) mengatakan bahwa evaluasi mengarah atau merujuk kepada suatu proses berupa tindakan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai suatu nilai dari sesuatu. Pendapat ini didukung oleh Arikunto (2009: 3) yang mengatakan bahwa evaluasi berarti menilai, namun untuk mencapainya perlu dilakukan proses mengukur terlebih dahulu. Selain itu, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses tindakan dalam menentukan nilai yang memiliki hubungan dengan dunia pendidikan (Nurkancana dan Sunartana, 1982: 1).
            Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa UN ditinjau dari sisi evaluasi memiliki pengertian sebagai alat untuk mengukur ketercapaian akan tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa, salah satu caranya dengan mengadakan tes terhadap beberapa mata pelajaran tertentu. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan suatu tolak ukur untuk mengetahui apa yang harus diperbaiki di dalam lingkup pendidikan.


C.  Tinjauan Tentang Soal UN yang Berstandar Internasional
UN adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara besar dengan skala nasional , diikuti dengan adanya persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pemerintah. Ujian ini berpedoman pada UU No.20 Tahun 2003 (2003: 21) pada pasal 57 ayat 1 dijelaskan bahwa “evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.Lebih lanjut, pada pasal 58 ayat 2 dinyatakan bahwa evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
            Standar pendidikan nasional diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang intinya mengatur delapan macam standar nasional pendidikan, yang mencangkup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulus, standar tenaga kependidikan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kesemuannya harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Pemerintah tetap bertekad menggunakan hasil UN sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program atau satuan pendidikan, serta sebagai dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, sebagai dasar penentuan kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan, serta sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan terkait upaya meningkatkan mutu pendidikan. Kisi-kisi soal ujian 2014 pun masih sama seperti kisi-kisi soal tahun lalu, yaitu sebagaimana ditetapkan Peraturan BSNP Nomor 009/P/BSNP/XI/2012. Demikian halnya jumlah paket soal. Paket soal yang diterima peserta yang satu dan peserta yang lain pada UN 2014 berbeda. Hal itu juga terjadi pada tahun 2013. (Rustono melalui http://m.suaramerdeka.com).
Standar soal yang diujikan pada tahun ini berbeda dengan standar soal pada tahun-tahun sebelumnya. Jenis soal yang digunakan pada tahun 2014 mengadopsi standar soal Internasional, dengan komposisi bobot soal 20% soal sulit, 70% soal sedang, dan 10% soal mudah. Mendikbud M.Nuh mengatakan soal yang dibuat merupakan soal yang mengadopsi soal-soal berstandar PISA (Programme for International Student Assessment) yang mengedepankan prestasi atau keteampilan membaca, matematika dan sains serta berada dibawah koordinasi OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang bekedudukan di Paris, Prancis. Tidak hanya PISA, soal Ujian Nasional 2014 juga mengadopsi soal-soal dengan standar TIMSS (Trends in International Methematics and Science Study) yang merupakan studi Internasional tentang prestasi matematika dan sains sekolah lanjutan tingat pertama yang dikoordinasikan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda (Laeis melalui http://www.antaranews.com/).
            Data lain menyebutkan, PISA (Programme for International Student Assessment ) adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Studi ini dikoordinasikan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis. Tujuan PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun di negara-negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi literasi siswa di negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, hasil studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan (Ramadhani, 2012: 13).
Selain itu, TIMSS (Trends in International Methematics and Science Study) merupakan studi internasional yang dilakukan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) setiap empat tahunan, sejak tahun 1955. TIMSS menilai prestasi matematika dan sians siswa serta mengumpulkan berbagai informasi berkaitan dengan sekolah, kurikulum, dan pembelajaran. Pemanfaatan hasil studi internasional seperti TIMSS dapat ditindaklanjuti dengan menganalisis faktor-faktor penentu hasil belajar sains dengan cara yang berbeda. Data hasil TIMSS perlu dikaji guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam bidang matematika dan sains (Ramadhani, 2012: 3).
Pembuatan soal UN bukan suatu hal yang baru dan bersifat dadakan. Pemerintah menjamin soal-soal berstandar internasional tidak terlepas dari Kisi-kisi UN yang sudah dipublikasi. Dengan adanya soal ujian berstandar Internasional tersebut, pemerintah mengatakan UN memiliki banyak fungsi, yaitu fungsi untuk melakukan pemetaan kualitas pendidikan di Indonesia secara nyata. Kemudian fungsi kualitas pembelajaran Indonesia sesuai dengan pemeringkatan PISA (Laeis melalui http://www.antaranews.com).
            Berdasarkan beberapa data di atas, maka dapat dikatakan bahwa UN berstandar internasional yang diterapkan pada April 2014 merupakan Ujian Nasional yang bepedoman pada standar yang ditetapkan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) yang mengutamakan kemampuan membaca, matematika dan sains. Selain itu UN berstandar internasional juga mengarah pada standar TIMSS (Trends in International Methematics and Science Study) yang merupakan studi internasional tentang prestasi matematika dan sains sekolah lanjutan tingat pertama. Namun, dalam penerapannya tidak terlepas dari kisi-kisi UN yang telah dipublikasi.

D.  Pengaruh Kualitas Soal UN 2014 Berstandar Internasional Terhadap Perkembangan Kualitas Pendidikan di Indonesia.
Pelaksanaan UN bukanlah suatu hal yang baru di dalam sistem Pendidikan Indonesia. UN dianggap sebagai jalan untuk melihat pemerataan yang telah dilakukan. Pada pelaksanaannya UN 2014 dilakukan selama beberapa hari, dimulai pada tanggal 14 sampai 16 April 2014 untuk jenjang SMA/MA, SMALB, dan SMK. Untuk mempersiapkan menghadapi UN tersebut, siswa selain mempelajari materi pelajaran yang diujikan juga perlu mempersiapkan diri dari segi psikologis supaya dapat mengikuti UN dengan optimal (Desk Informasi melalui http://setkab.go.id/).
Pelaksanaan UN tahun ini dirasa berbeda dari tahun sebelumnya oleh peserta UN dikarenakan soal yang mereka hadapi merupakan soal berstandar internasional, yang berlandaskan pada standar PISA dan TIMSS. Pelaksanaan UN berstandar internasional, secara otomatis tidak signifikan terhubung dengan kualitas. Indonesia sendiri setelah 10 tahun melaksanakan UN sebagai penentu kelulusan, lalu dimana letak sistem pendidikan nasional di PISA hal tersebut membuat sistem pendidikan Indonesia semakin rendah dan menunjukan Indonesia berada di papan bawah dalam sistem pendidikan.
Sistem PISA merupakan suatu keterampilan kemampuan membaca, sedangkan TIMSS merupakan penilaian berdasarkan sains. Melihat kedua sistem ini, Indonesia berada pada posisi bawah. Sedangkan untuk urutan TIMSS, Indonesia berada di bawah Palestina. Jika Indonesia menggunakan sistem perengkingan, artinya selama 10 tahun UN yang selama ini dilaksanakan tidaklah mendongkrak Indonesia naik dan bahkan Indonesia pada tahun 2011 dinyatakan sebagai negara tragedi nol buku. Nol buku artinya tidak ada satu buku yang diselesaikan anak Indonesia dalam satu tahun, dan buku-buku tersebut berada di luar buku teks (Setiawan melalui http://www.bincangedukasi.com).
Sehingga dalam tes PISA,  yang merupakan kemampuan menganalisis bacaan, kemampuan membaca anak Indonesia sendiri dapat dikatakan cukup memprihatinkan, dan jelas ketika tes PISA ini dilaksanakan maka membuat nilai pendidikan Indonesia menjadi jatuh. Pendidikan Indonesia setelah melaksanakan 10 tahun UN dilaksanakan sebagai penentu kelulusan, anak-anak lebih terfokus pada bimble tentang bagaimana menjawab soal. Guru-gurupun melatih bagaimana menjawab soal, tidak pada bagaimana esensi pendidikan yang sebenarnya, yang seharusnya membangun literasi untuk membaca, menulis, diskusi tidak diterapkan pada kegiatan menjawab soal.
Pemerintah seharusnya jangan melihat semua mutu pendidikan yang ada di Indonesia seolah sama dengan dunia internasional. Sebenarnya pendidikan berstandar nasional dan internasional yang dibuat sendiri memiliki parameter yang lebih baik dan lebih cocok dengan negara Indonesia yang multikultural. Hal ini dikarenakan tidak bisa mengukur wilayah lain, NTT dan NTB misalnya dengan Jakarta. Masing-masing daerah memiliki tipologi dan keragaman dalam hal daya pikir dan penalaran. Sehingga dalam hal ini tidak perlu diterapkan soal-soal berstandar internasional, lebih baik menerapkan soal-soal berstandar nasional yang benar-benar dibangun parameternya berdasarkan kondisi lokal, dan tidak tertinggal dengan tantangan global. Sebenarnya dengan pelaksanaan UN dengan berstandar internasional tidak memiliki dampak terhadap pendidikan Indonesia, justru menimbulkan kekhawatiran dan mempengaruhi perkembangan psikologis siswa.
Tidaklah mengherankan jika banyak praktik kecurangan dan penjualan kunci jawaban mendekati pelaksanaan UN yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pelaksanaan jual beli jawaban tidak hanya melibatkan antar siswa saja, bahkan melibatkan hubungan antar sekolah. Sehingga biaya untuk memperoleh kunci jawaban tersebut terbilang murah. Wajar dalam pelaksanaannya, UN berstandar internasional memang benar-benar sangat merugikan anak-anak dan anaklah yang menjadi korban dalam sistem ini.
Permasalahan tersebut tidaklah berhenti begitu saja, pelaksanaan Ujian UN berstandar internasional membuat passing grade menjadi 5,5 yang terbilang relatif tinggi, mengingat soal-soal yang dikerjakan oleh anak-anak bukanlah soal-soal yang mudah untuk dikerjakan. Nilai ini juga menjadi hal yang sulit untuk dicapai bagi sebagian sekolah misalnya saja bagi anak-anak di NTT,  yang berada di daerah-daerah dengan sistem pendidikan yang masih terbatas. Walaupun dalam penerapan pendidikan sudah memberlakukan kurikulum 2013, namun di NTT masih mengajarkan kurikulum 1994 dan buku yang dipakai untuk diajarkan pada siswa adalah buku yang berkisaran pada tahun tersebut. Sehingga ketika UN dilaksanakan banyak anak-anak di sekolah tersebut tidak bisa mencapai nilai yang ditentukan oleh pemerintah (Laeis melalui http://www.antaranews.com/).
Tidak menjadi rahasia umum jika guru di sekolah tersebut memberikan kunci jawaban, dikarenakan soal yang diberikan dan materi yang diajarkan berbeda.Hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia yang sangat beragam, dan jika standar Internasional diterapkan, di NTT, NTB dan daerah tertinggal lainnya terasa sulit untuk mencapai nilai sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

E.  Perkembangan Psikologis Peserta UN
UN berpengaruh terhadap psikologis siswa. Menghadapi soal yang berstandar internasional serta tidak sesuai dengan kisi-kisi yang selama ini mereka pelajari tentu menjadi beban tersendiri bagi mereka. Apalagi pemberitahuan bahwa soal tersebut berstandar internasional pada hari pertama mereka melaksanakan UN. Pemberitahuan tersebut menjadikan siswa kurang fokus terhadap soal yang akan mereka kerjakan. Mereka lebih memikirkan dan membayangkan bagaimana sulitnya soal selanjutnya yang akan mereka hadapi dan harus dikerjakan. Selain itu, mereka resah karena tidak mempunyai buku atau pedoman soal yang berstandar internasional yang akan dipelajari untuk hari selanjutnya.
Persoalan ini menyebabkan sebagian siswa merasa pasrah dalam kondisi seperti ini. UN yang selama ini pemerintah laksanakan membuat mereka merasa tertekan. Tekanan tersebut akan berpengaruh pada menurunnya daya ingat, kebingungan terhadap meteri ujian, bayang-bayang kegagalan menghantui saat ujian, pikiran  menjadi kacau, serta menimbulkan ketakutan akan rasa malu dan tidak dapat menjawab soal ujian dengan benar. Mereka juga beranggapan tidak akan lulus dengan nilai yang memuaskan. Kondisi psikologis siswa seperti ini penting untuk mendapatkan perhatian lebihagar tidak mempengaruhi sistem perkembangan dan daya pikir maupun mental psikologis anak itu sendiri. Kondisi berupa tekanan psikologis yang mucul dalam diri siswa bermacam-macam ketika menghadapi UN. Hal ini disebabkan adanya dinamika psikologis yang berbeda-beda dalam dirinya.
Siswa yang dinamika psikologisnya tidak mengalami ketergangguan, akan terlihat tenang dan siap di dalam mengerjakan soal-soal Ujian Nasional. Sebaliknya siswa yang mengalami dinamika psikologis yang tidak baik akan mengalami kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi Ujian Nasional. Bentuk ketakutan tersebut dapat dilihat secara nyata baik peningkatan detak jantung, sistem pernafasan berjalan cepat, timbul rasa gemetar, kepala terasa pusing, telapak tangan terasa dingin, berkeringat dingin, timbulnya rasa kurang percaya diri, merasa adanya bahaya, tegang, tidak bisa konsentrasi, gelisah dan panik. Bahkan yang lebih membahayakan bisa mengarah pada tindakan mengakhiri hidup (Tirta melalui http://www.tempo.com/).
Menghadapi hal tersebut, kunselor baik itu guru mata pelajaran atau guru konseling, memfokuskan untuk mengembalikan keadaan psikologis dalam diri siswa untuk siap di dalam menghadapi UN. Perlu ditanamkan pada siswa rasa percaya dengan kemampuan diri sendiri. Sebuah langkah sederhana dengan memotivasi siswa dalam belajar, memberikan kiat cara belajar yang efektif dan efisien, menanamkan rasa percaya diri akan keberhasilan diri sendiri, menekan rasa cemas dan takut dalam menghadapi UN, menanamkan rasa disiplin dan menghilangkan pesimistis dalam menghadapi soal UN.
Semua itu tidaklah tewujud tanpa adanya bantuan guru mata pelajaran sebagai faktor utama di sekolah, yang dapat membantu mempersiapkan siswa menghadapi UN. Langkah sederhana yang awalnya telah dilaksanakan namun perlu sedikit diperbaiki sistem pelaksanaannya. Hal tersebut diantaranya,  mengajar dengan baik dan menuntaskan materi pelajaran, menyelenggarakan pelajaran perbaikan bagi siswa yang belum mencapai kompetensi, mengadakan pengayaan, melakukan penilaian hasil belajar secara berkesinambungan dalam memantau proses kemajuan, penilaian, dan perbaikan hasil dalam betuk ujian tes tertulis, setelah selesai dilakukan evaluasi secara bersama-sama.
UN pada pelaksanaannya secara tidak langsung berpengaruh terhadap perkembangan psikologis siswa. Walaupun pada dasarnya, pelaksanaan UN dilaksanakan oleh pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dilakukan mereka selama ini. Namun, terdapat beberapa hal yang harus disadari dan perlu dipahami oleh pemerintah. Indonesia merupakan negara dengan beragam budaya dan tradisi berbeda, selain itu daya pikir setiap anak juga berbeda setiap daerah. Pemerintah tidak seharusnya menyamakan setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki kesederajatan dengan deerah yang terdapat di pulau Jawa. UN bukan satu-satunya jalan untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan Indonesia.Peningkatan sistem pendidikan Indonesia dapat dilakukan dengan berbagaimacam cara salah satunya dengan meningkatkan kualitas guru, memperbaiki kualitas bangunan sekolah, memperbaiki distribusi buku, penerapan kurikulum yang baik, perbaikan distribusi guru yang merata di setiap sekolah.


BAB III
KESIMPULAN
A.  Simpulan
            Berdasarkan pembuatan makalah ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan terhadap pembahasan di atas, diantaranya.
1.    Pelaksanaan UN dengan menggunakan soal berstandar internasional tidak berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Sistem PISA merupakan suatu keterampilan kemampuan membaca, sedangkan TIMSS merupakan penilaian berdasarkan sains. Melihat kedua sistem ini, kemampuan membaca anak-anak Indonesia berada pada posisi bawah. Sedangkan untuk urutan TIMSS, Indonesia berada di bawah Palestina dalam hal sains. Jika Indonesia menggunakan sistem perengkingan, artinya UN yang selama 10 tahun dilaksanakan tidaklah mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia, justru sebaliknya. Belum lagi, Indonesia pada tahun 2011 dinyatakan sebagai negara tragedi nol buku. Nol buku artinya tidak ada satu buku yang diselesaikan anak Indonesia dalam satu tahun, dan buku-buku tersebut berada di luar buku teks, ditambah daya pikir anak-anak di beberapa daerah berbeda dengan pemikiran anak-anak di Jakarta. Hal ini menunjukan bahwa Ujian Nasional berstandar Internasional dikatakan gagal meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.

2.    Pelaksanaan UN berstandar internasional secara psikologis membuat pikiran peserta UN terganggu. Mereka pada dasarnya merasa tebebani, ketika menghadapi soal ujian berstandar internasional tersebut. Ditambah, soal berstandar internasional baru diberitahu oleh pemerintah pada hari pertama pelaksanaan UN. Hal ini menjadikan siswa kurang fokus terhadap soal yang akan mereka kerjakan. Selain itu, mereka resah karena tidak mempunyai buku atau pedoman soal yang berstandar internasional yang akan dipelajari untuk hari selanjutnya. Tekanan berupa persepsi ketidaksanggupan mengerjakan soal, juga mempengaruhi menurunnya daya ingat, tidak terstruktur dan merasa kebingungan pada meteri ujian, bayang-bayang kegagalan menghantui saat ujian, pikiran  menjadi kacau, serta menimbulkan ketakutan akan rasa malu dan takut tidak dapat menjawab soal ujian dengan benar. Mereka juga beranggapan tidak akan lulus dengan nilai yang memuaskan.

B.  Saran
Berdasarkan pembuatan makalah ini, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan bahan evaluasi bagi semua elemen pendidikan, diantaranya.
1.        Dapat memberitahuguru agar segera melakukan kegiatan dalam hal membantu, mengarahkan, memotivasi siswa untuk siap dan tanggap menghadapi soal ujian nasional selanjutnya.
2.        Dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah untuk dapat membuat suatu sistem evaluasi pendidikan yang lebih baik daripada pelaksanaan Ujian Nasional dengan mendepankan aspek keanekaragaman anak-anak Indonesia yang beragam.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1986. Pengelolahan Materiil. Yogyakarta: AP FIP UNY.

________________. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RinekaCipta.

________________. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Berita Indonesia. 2006. Para Korban UN 2006 Meminta Keadilan. Diakses dari http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/para-korban-UN-2006 meminta-keadilan pada tanggal 24 April 2014.

Desk Informasi. 2014. Presiden SBY Beri Semangat Peserta Ujian Nasional. Diakses dari http://setkab.go.id/berita-12732-presiden-sby-beri-semangat-peserta-ujian-nasional.html pada tanggal 27 April 2014.

Laeis, Zuhdiar . 2014. Sekolah Tak Tahu Soal UN Berstandar Internasional. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/420760/sekolah-tak-tahu-soal-un-berstandar-internasional pada tanggal 27 April 2014.

 

Mahmud, Damyati. 1989.  Psikologi Pendidikan. Jakarta: Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Pendidikan.

 

Nurkancana, Wayan dan P.P.H. Sunarta. 1982. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Ramadhani, Irham. 2012. TIMSS dan PISA. Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/111334541/Timss-Dan-Pisa pada tanggal 2 Mei 2014.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Terjemahan H.L.B. Moody. Yogyakarta: Kanisius.

Rustono. 2014. Antara Ujian Nasional 2014 dan 2013. Diakses dari http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/03/07/254791 pada tanggal 27 April 2014.

Setiawan, Bukik. 2014. Tragedi Nol Buku dan Sistem Pendidikan Kita. Diakses dari http://www.bincangedukasi.com/tragedi-nol-buku/ pada tanggal 27 April 2014.

Siswoyo, Dwi, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Soedijarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka.

Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sugihartono dkk. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Suryabrata, Sumadi. 1989.  Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.

Thoha, M. Chabib. 2003.  Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tirta, Ilham. 2013. Takut Tak Lulus Ujian Nasional, Fanny Gantung Diri. Diakses dari http://www.tempo.co/read/news/2013/05/18/064481412/Takut-Tak-Lulus-Ujian-Nasional-Fanny-Gantung-Diri pada tanggal 27 April 2014.

 

Undang-undang RI Nomor.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: CV Eka Jaya.

Purwanto, Hqalim. 1989. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

________________. 1984. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wandt, Edwind., and Gerald Brown. 1957. Essential of Educational Evaluation. New York: Holt Rinehart and Winston.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA DAN HARAP ISI BUKU TAMU DAN TINGGALKAN ALAMAT SITUS ANDA INSYAALLAH AKAN SAYA KUNJUNGI