IMPLEMENTASI
MEMBACA KRITIS TERHADAP TRADISI BONDANG
DAN TANTANGAN GLOBALISASI: STUDI KASUS DI DESA SILO LAMA, KECAMATAN AIR JOMAN,
KABUPATEN ASAHAN, PROVINSI SUMATERA UTARA (Etnovasi Jurnal Antropologi Sosial
Budaya Volume 01 No 2 Oktober 2005)
Frans Apriliadi/12201241006/PBSI
A.E 2012
Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS
UNY
Etnovasi
: Jurnal Antropologi Sosial Budaya dengan sub judul Tradisi Bondang dan
Tantangan Globalisasi: Studi Kasus di Desa Silo Lama, Kecamatan Air Joman
Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara, dapat digolongkan ke dalam kelompok
buku eksposisi yang secara keseluruhan membahas akan pentingnya sains dan atau
dalam arti luas, berisi opini, teori, dan hipotesis serta kurang lebih
mengandung sejumlah kegunaan.
Jurnal
Etnovasi mencoba menjelaskan tentang suatu tradisi atas keadaaan
masyarakat yang masih mempertahankan
sistem pertanian secara tradisional tanpa menggunakan unsur-unsur bahan kimia
yang dapat merusak lingkungan pertanian mereka. Walaupun pada zaman saat ini,
baik sistem pertanian atau kegiatan masyarakatnya sudah banyak yang beralih ke
sistem pertanian modern. Pada dasarnya, tradisi Bondang masyarakat di Desa Silo
Lama dapat dijadikan wadah sebagai media untuk mempererat hubungan tradisional,
sosial, budaya dan adat yang masih hidup di lingkungan masyarakat Asahan.
Terdapat
beberapa point penting di dalam jurnal dengan sub tema ini, diantaranya : (1)
Tradisi Bondang dan Tantangan Globalisasi: Studi Kasus di Desa Silo Lama,
Kecamatan Air Jiman, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, (2) Gambaran umum, (3)
Definisi Bondang, (4) Sistem Sosial, (5) Sistem Teknologi, (6) Tradisi Bondang
dan Tantangan Globalisasi, dan (6) Sistem Budaya.
Tradisi
Bondang berasal dari aktivitas pertanian masyarakat yang masih bersifat
tradisional dari sebuah desa Silo Lama yang terletak di Kecamatan Air Joman,
Kabupaten Asahan, Sumatera Utara yang pertama kali diperkenalkan oleh Syekh
Silo. Sebuah tradisi tradisional yang muncul pertama kali pada tahun 1925. Tradisi
ini memiliki istilah lain yaitu lahan. Pada umumnya tradisi ini terdiri dari
dua tahap yaitu tahap pembuka dan penutup yang tujuannya untuk mencapai hasil
yang memuaskan terhadap pertanian mereka, serta dapat terhindar dari serangan
hama.
Secara
sekilas, baik disadari atau tidak, tradisi Bondang mencoba membentuk karakter
dan kebiasaan hidup masyarakat yang mengacu pada aturan agama Islam. Selain
itu, tradisi Bondang mencoba menciptakan ikatan untuk terbentuknya ikatan etnis
antar suku atau agama di sekitar daerah tersebut. Walaupun masyarakat Silo Lama
sudah mengenal moderenisasi, meskipun begitu masyarakat Silo Lama masih tetap
mempertahankan tradisional mereka dengan penggunaan teknologi yang masih
sederhana seperti cangkul, sibit, parang dan sebagainya untuk membuka lahan.
Tradisi
Bondang dianggap sebagai wujud dari kearifan lokal masyarakat dan dianggap sebagai suatu tradisi yang
statis, karena merupakan warisan secara turun-menurun. Selain itu tradisi ini,
dianggap dapat menceggah rusaknya lingkungan sebagai akibat penggunaan zat
kimia tertentu. Walaupun banyak persoalan lain yang dihadapi oleh petani Desa
Silo Lama dalam tantangan dunia moderenisasi seperti saat ini. Sehingga dalam
menjawab tantangan atau permasalahan tersebut muncullah lembaga yang berupaya
menjadikan tradisi ini sebagai wadah pemberdayaan. Secara tidak langsung,
tradisi Bondang dapat membentuk sistem budaya dalam masyarakat, disamping
membentuk kepribadian masyarakat dan dijadikan sebagai bentuk ekspresi dan
menifestasi sehinggal memunculkan tradisi baru atau budaya baru seperti pencak
silat sebagai alat untuk membina rasa kekeluargaan atara mereka.
Permasalahan
yang dicoba diatasi oleh penulis adalah permasalahan yang menyangkut sistem pertaniaan
antara pertanian tradisional dan modern. Sistem pertanian modern dianggap dapat
mengancam kerusakan lingkungan dan ekosistem sawah. Selin itu, juga berdampak
pada keselarasan sosial masyarakat petani di kawasan tersebut. Menurut Edy
Suhartono petani generasi saat ini lebih banyak beralih dan menggunakan sistem
pertaniaan yang bersifat modern. Model pertanian modern yang banyak menggunakan
pupuk peptisida dan bahan kimia lainnya. Menghadapi hal tersebut, Edy Suhartono
memandang perlu adanya pewarisan tradisi Bondang kepada masyarakat modern.
Perwarisan tradisi Bondang harus dilakukan sejak dini dari generasi yang satu
ke generasi yang lebih muda, dikarenakandukungan dari pemerintah untuksistem
bercocok tanam Bonang ini dianggap minim, maka masyarakat sendiri yang harus
memulainya. Selain itu belum terlihat adanya dukungan nyata dari pemerintah
terhadap aktivitas tradisi Bondang di Desa Silo Lama.
Terdapat beberapa kata
kunci yang dijadikan acuan oleh Edy Suhartono di dalam menginterprestasian
keadaan sistem pertaniaan Bondang pada zaman modern seperti saat ini,
diantaranya : (1) Pertanian, (2)
Modernisasi,dan (3) Tradisi Bondang.
Tradisi Bondang diakui sebagai salah satu solusi dalam masyarakat
ketergantungan pertani terhadap bahan-bahan kimia untuk pertanian. Tradisi yang
dianggap dapat mengembalikan sistem pertanian modern yang berbahaya dengan
unsur-unsurnya kepada tradisi tradisional yang ramah lingkungan. Tradisi
Bondang dapat dijadikan simbol perlawanan terhadap globalisasi dunia pertanian
yang menggunakan teknologi dan sistem
kapital dalam mengatus sektor pertanian.
Penulis mencoba
memberikan beberapa usulan terkait sistem pertanian ini, usulan tersebut berupa
: (1) Tradisi Bondang berdasarkan kearifan tradisional, (2) Tradisi Bondang
cukup strategis dengan upaya menciptakan keseimbangan lingkungan, (3) salah
satu bentuk ekspresi dan manifestasi dari sistem budaya oleh masyarakat Desa
Silo Lama. Sehingga menghasilkan tradisi baru yaitu pencak silat, (4) Realitas
Bondan sebagai wujud kearifan lokal budaya masyarkat, dan (5) cara bertani
dengan selaras alam membuktikan dapat mencegah rusaknya lingkungan.
Edy Suhartono mencoba
menyampaikan argumennya, yang mengatakan bahwa sistem pertanian yang
berdasarkan kearifan tradisional dianggap sebagai upaya untuk menciptakan
sistem pertanian yang dapat menyeimbangkan lingkungan. Pada praktiknya tradisi
Bondang ini petani sama sekali tidak menggunakan bahan-bahan kimia untuk
meningkatkan sistem pertanian mereka. Segala pengolahan pertanian sampai kegiatan
panen masyarakat Desa Silo Lama masih bertahan dengan sistem pertanian yang
bersifat tradisional. Hal inilah yang menjadi wujud kearifan lokal masyarakat
tersebut.
Aktivitas pertanian
tradisional ini dikenal dengan aktivitas Bondang yang dalam bahasa masyarakat
Silo Lama dianggap sebagai wujud kepedulian masyarakat dalam rangka pengolahan
lingkungan hidup. Sebagai bentuk perpaduan antara budaya lijal dengan ajaran
agama Islam. Sehingga dalam lingkup budaya, tradisi Bondang dianggap sebagai
ekspresi dan manifestasi dari sistem budaya yang ada. Diimplemntasikan dalam
budaya pencak silat untuk membina dan menjaga hubungan kekeluargaan antar
lapisan masyarakat.
Maka tidak
mengherankan, tradisi Bondang dijadikan sebagai wujud kearifan lokal yang masih
bertahan. Walaupun sudah banyak nilai-nilai pergeseran dan moderenisasi yang
setiap waktu mengancam kelangsungan budaya lokal ini. Permanfaatan aktivitas
bertani secara tradisional dapat membuktikan dan dapat menjadi solusi akan
rusaknya lingkungan, dikarenakan penggunaaan bahan kimia dijadikan sebagai
suatu jalan untuk memperoleh hal yang cepat tanpa mempertimbangkan dampak yang
ditimbulkan.
Menghadapi
argumen-argumen tersebut, terdapat beberapa solusi yang diberikan oleh Edy
Suhartono di dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. walaupun
permasalahan yang coba diatasi oleh penulis belum menunjukan titik terang,
berupa apakah tradisi Bondang akan tetap bertahan seperti dulu ataukah telah
mengalami beberapa pergeseran yang cukup disegnifikan? Hal ini belum dapat
dibuktikan karena belum dilakukan penelitian secara akurat mengenai tradisi
Bondang ini.
Permasalahan yang bisa
diatasi oleh Edy Suhartono di dalam tulisannya sudah coba disampaikan, namun
belum secara maksimal. Permasalahan tersebut berupa persoalan yang dihadapi
oleh petani seperti : (1) kesulitan dalam hal
pemodalan, (2) penentuan harga gabah yang tidak menentukan, (3)
kurangnya sarana penyimpangan hasil panen, (4) tumbuh suburnya ijon, dan (5)
koperasi yang tidak berjalan. Menghadapi persoalan ini Edy Suhartono telah
menyebutkan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah berupa lembaga yayasan
Sintesa yang berupaya menjadikan tradisi Bondang sebgai wdah untuk melakukan
pemberdayaan.
Pada awalnya ketika,
pembaca membaca jurnal ini secara utuh. Pembaca dapat mengetahui bahwa Edy
Suhartono memiliki pengetahuan lebih
daripada sekedar pendapat pribadi. Secara menyeluruh junal ini berisi
pengetahuan Edy Suhartono tentang budaya atau kebiasaaan yang ada di dalam desa tersebut. Hal tersebut
dibuktikan dengan penulis lebih banyak menjelaskan tentang gambaran umum
tradisi tersebut, mulai dari dampak berkembangnya, orang pertama yang
menciptakannya, tradisi yang muncul dalam masyarakat tersebut, sampai proses
tradisi dari awal sampai penutup.
Setelah Edy Suhartono
menjelaskan atau memaparkan pengetahuan yang diketahuinya. Barulah Edy
Suhartono mengeluarkan pendapat pribadi dilengkapi dengan data yang akurat unuk
memperkuat argumen dan hal yang telah disampaikan sebelumnya.
Berdasarkan tulisannya
menunjukan bahwa Edy Suhartono sama sekali tidak menunjukan bahwa ia kurang
memilki beberapa informasi. Setelah membandingkan antara jurnal tersebut dengan
makalah yang terdapat di salah satu blog berjudul “ Bertahan di Tengah
Pertanian Modern”, menunjukan bahwa Edy Suhartono sama sekali tidak memiliki
informasi. Justru pendapat dan informasi yang terdapat di dalam jurnal di
janbarkan secara lebih rinci. Persoalan-persoalan yang terdapat di dalam
makalah hnay berupa persoalan yang bersifat intinya saja,maka di dalam jurnal
diberikan kepemahaman yang lebih mendalam dengna tujuan informasi dan
pengetahuan baru dapat diperoleh pembaca.
Setelah membandingkan
jurnal dengan makalah “Berbicara di tengah pertanian modern” menunjukan bahwa
Edy Suhartono sama sekali tidak mengalami kekurangan informasi terhadap hal
yang disampaikannya. Sebaliknya,, data yang disampaikan lebih akurat
dibandingkan dengan yang ada di dalam makalah. Penulis di dalam jurnal tidak
hanya menyampaikan persoalan yang dihadapo petani tradisional dalam zaman
globalisasi, tetapi juga mencoba memberi suatu solusi dan mencoba memberikan
kesempatan kepada pembaca untuk berpikir terhadap apa yang selama ini mereka
lakukan jika memanfaatkan tradisi Bondang.
Tidak terdapat unsur
tidak logis di dalam tulisan Edy Suhartono, penulis telah menyampaikan data
secara masuk akal, data yang disampaikan sesuai logika, benar menurut penalaran
sehingga mudah untuk dipahami. Informasi yang diambil dicoba disapaikan semua
berdasarkan pengetahuan disertai data yang benar terjadi di lapangan. Jika di
dalam jurnal orang yang berpengaruh terhadap munculnya tradisi Bondang adalah
Syekh Silo pada tahun 1925. Maka di dalam makalah juga dipaparkan hal yang
sama, begitupun mengenai tahap atau langkah awal sampai akhir yang disampaikan
di dalam jurnal sesuai dengan data yang terdapat di dalam makalah. Hampir
secara keselurhan dalam bentuk pendapat dan wawancara.
Secara umum Edy
Suhartono mtelah menyampaikan analisis secara lengkap dan detai, tetapi ada
beberpa bagian tertentu yang tidak disampaikan oleh penulis. Sehingga kurang
menunjukan kelengkapan informasi. Contohnya di dalam makalah penulis
menyebutkan bahwa tradisi Bondang dianggap sebagai mendia yang baik untuk
menciptakan hubungan antar sesama petani (Hablum Min Annas), petani dengan
lingkungan alam tempat mereka bercocok tanam (Hablum Min Al-alam), hubungan
antara petani dengan sang pencipta alam, Allah SWT (Hablum MinAllah) yang tidak
disampaikan Edy Suhartono di dalam tulisannya.
Selain itu, jika di
dalam jurnal Edy Suhartono hanya menyampaikan bahwa tradisi silat muncul
sebagai bentuk ekspresi dan manifestasi dari kelompok jaman Al Satariyah, maka
di dalam makalah terdapat hal lain dari bentuk ekspresi dan manifestasi yaitu
dapat mengetus sistem pertanian Syekh
Silo juga menyebutkan bahwa tradisi Bondang dapat mengatus masalah keamanan,
kegiatan gotong royong, pelestarian alam dan lingkungan, masalah pengobatan dan
masalah nelayan.
Setelah membaca urnal
ini secara keseluruhan. Pada dasarnya terdapat sekali manfaat yang dapat
menambah pengetahuan atau informasi saya sebagai pembaca, diantaranya : (1)
jurnal ini membuat pembaca dapat berpikir kreatif dan sistematis bahwa jurnal
ini dibuat untuk dijadikan pedoman atau pemberi informasi akan kearifan lokal
yang ada di suatu wilayah yang perlu dijaga, (2) dapat memperoleh informasi,
ide, masalah, hasil penelitian dan kesimpulan berupa solusi terhadap persoalan
yang terjadi secara jelas dan akurat, dikarenakan jirnal ini dibuat berdasarkan
fakta yang terjadi di lapangan, dan (3) dapat mengetahui bahwa di ndonesia
terdapat beragam budaya tradsional dalam hal pertanian yang bersifat unuk, dan
dapat menjaga keseimbangan alam serta lingkungan di bawah tekanan arus
globalisasi seperti sekarang ini.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa setelah pembaca membaca jurnal ini, pembaca seolah diajak
memasuki dunia pertanian yang dilihat dari dimensi sosial budaya. Sebuah uraian
tentang tradisi lokal dalam pengolahan lahan pertanian di Kabupaten Asalahn,
kasus yang disajikan memperlihatkan bagaimana sebuah komunitas desa mampu
bertahan dengan tradisi mereka di tengah aurs moderenisasi pertanian.
Sumber Referensi Pembanding :
Alfanisa.
2013. Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Aspek Positif dan Negatif. Diakses dari http://www.
Prioritasnews.com/2012/12/17/Bertahan-di-Tengah-Pertanian-Modern pada tanggal
18 Maret 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar