Selamat Datang Di blogku...Selamat Membaca Semoga Bermanfaat
Kupersembahkan Rangkaian Kata-Kata Indah Buat Ibu Saya Tercinta Dirumah, Wanita Yang Paling Saya Cinta Dan Paling Saya Bangga

Senin, 05 Mei 2014

Tradisi Ruwatan Jawa


TRADISI RUWATAN JAWA


Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Apresiasi Budaya
DosenPengampu: Bapak Suwarno M.Pd




LOGO UNY



Disusun oleh :


Frans Apriliadi                     12201241006





KELAS A

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013


KATA PENGANTAR

            Makalah ini ditulis dengan menyalin sebagian besar dari buku tradisi ruwatan. Ruwetan sendiri merupakan sebuah kebudayaan yang ada sebelum Islam masuk ke Jawa. Oleh karena itu masih banyak hal yang berhubungan dengan kepercayaan yang ada pada waktu sebelumnya. Acara ruwetan bukan hanya merupakan ruwetan mala saja. Tetapi dalam masyarakat jawa masih banyak lagi yang lainnya. Karena itu yang masih berjalan dan berubahnya kebudayaan dengan adanya teknologi modern, maka keberadaan ritual ruwetan sedikit tergeser.
            Pergeseran yang dialami kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa sekarang ini, baik yang berupa ritual maupun yang lain merupakan hal penting untuk diperhatikan. Jika memang kebudayaan yang ada sesuai dengan kemajuan zaman. Mengapa tidak dilakukan pelestarian sebagai bukti kekayaan masyarakat jawa?
            Kejawen selalu identik dengan hal-hal yang berbau mistis, spiritual,  dan makhluk halus di dalamnya. Di dalam ritual ruwetan terdapat beberapa tokoh gaib yaitu Bethera Kala, Bethera Wisnu, dan beberapa tokoh pentng lain yang ada dalam mitos dan cerita tentang ritual ruwetan. Manusia yang diruwet adalah manusia yang sudah pernah melakukan kesalahan sehingga ia bisa saja menyebabkan sebuah kerusuhan di muka bum. Oleh karena itu menurut sukerta, ia harus diruwet.
            Ruwet sendiri memiliki arti pelepasan, dab maksud dilakukannya ruwet adalah untuk membebaskan atau melepaskan manusia yang tergolong sebagai sukerta. Karena bersifat sebagai upacara pelepasan, maka upacara ini selalu berhubungan dengan dunia mistis dan tidak pernah lepas dari pengaruh gaib di dalamnya. Dalam kepercayaan orang jawa, orang yang sudah di ruwet akan dipercaya akan terlepas dari segala sesuatu yang akan menimbulkan kesialan baginya.







BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan yang kuat dengan dunia mistis yang kemudian memunculkan mitos-mitos hingga saat ini masih dipercaya sebagai kejadian yang pernah terjadi dan merupakan kenyataan. Karena kepercayaan ini ada dan sudah hampir mendarah daging dengan masyarakat Jawa, maka setiap generasi akan menurunkan kepercayaan-kepercayaan itu kegenerasi berikutnya.
            Kepercayaan yang ada dalam masyarakat Jawa ini memiliki keragaman yang banyak sekali, baik berbentuk ritual atau upacara, maupun hal-hal lain yang bersifat spiritual.
            Sedikit berbeda dengan masyarakat Jawa saat ini, kepercayaan tentang mitos-mitos atau cerita mistis sudah banyak dilupakan dan sebagian besar masyarakat Jawa memilih teknologi sebagai pilihan yang lebih ilmiah. Saat ini cerita mitos lebih cenderung pada sentuhan spiritual yang hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang masih mempercayainya, yang tidak mempercayainya tidak akan memengaruhi dirinya sama sekali.
            Salah satu keyakinan masyarakat Jawa yang cukup penting adalah Ruwatan. Ruwatan dapat dibagi dalam tiga jenis ritual yang paling umum dan sering dilakukan dalam masyarakat Jawa yaitu :
1.      Ruwat diri sendiri. Ruwatan dilakukan dengan tujuan menghindarkan diri dari kesialan yang ada dalam dirinya. Ruwatan semacam ini biasanya dilakukan oleh sang spiritualis.
2.      Ruwat untuk orang lain. Di sini, sang spiritualis melakukan ruwatan pada orang lain.
3.      Ruwat untuk umum. Ruwatan semacam ini dilakukan untuk meruat suatu wilayah, perkarangan dan menghilangkan kekuatan unsur alam yang ada di dalamnya.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Ruwatan
Karena di dalam masyarakat Jawa pengaruh kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat mistis begitu kuat, maka pada zaman dahulu mereka sering menghubungkan suatu kejadian dengan kejadian lain yang dianggap sebagai dampak suatu fenomena. Kejadian diawali dengan kesalahan, dan kesalahan yang murni dilakukan  oleh manusia ini menjadikan manusia akan tertimpa dampaknya pada satu saat nanti, cepat atau lambat.
Masyarakat Jawa pada satu abad yang lalu sebagian besar masyarakatnya memiliki kepercayaan yang kuat terhadap keberadaan dunia mistis. Kepercayaan Jawa ini melahirkan beberapa teori yang turun menurun dari generasi ke generasi, menjadi salah satu kepercayaan warisan.
Jawa yang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya. Selain kebudayaan yang bersifat mistis (spiritual), masyarakat jawa juga mengenal adanya kebudayaan arsitektur, seni musik, seni tari dan masih banyak kebudayaan lain yang ada dan masih eksis di kalangan masyarakat Jawa.
Kembali pada masyarakat Jawa yang kental dengan kepercayaan mistis atau sering disebut juga kepercayaan dalam dunia spiritual (rohani), masyarakat Jawa memiliki ragam teori yang menjadi dasar dilakukannya sebuah ritual. Upacara atau ritual yang dilakukan untuk menghindarkan diri dari dampak yang ditimbulkan akibat kesalahan manusia, yang dalam masyarakat Jawa disebut Ruwatan.
Ruwatan menjadi acara yang populer di masyarakat Jawa pada beberapa abad silam sebelum Islam masuk ke Jawa dan sebelum Belanda menjelajah Indonesia. Keberadaan ruwaran dipercara oleh beberapa ahli sejarah dan merupakan bawaan dari budaya Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia. Setelah Islam masuk ke Jawa, acara ruwatan yang asli diubah sedikit bernapaskan Islami namun penampilan yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan budaya sebelumnya yang sudah ada.
Perkembangan Islam di tanah Jawa erat hubungannya dengan adanya ajaran para Walisanga sehingga ruwatan adalah ajaran sinkretisme antara budaya Buddha, Hindu dan Islam. Hingga saat ini, keberadaan acara ruwatan belum dapat ditentukan mana yang asli yang merupakan kebudayaan Hindu-Budha dan mana yang merupakan gubahan para Walisanga yang mengembangkan Islam.
Ruwatan hingga saat ini dianggap sebagai solusi yang ampuh menurut kepercayaan masyarakat Jawa. Daya mistis yang ditimbulkan dari ritual ini akan melindungi dari kejahatan yang merusak atau mencelakakan diri manusia. Dalam ritual ruwatan dikenal beberapa sosok antara lain :
1.      Bethara Kala
2.      Bethera Guru
3.      Bethari Durga
4.      Bethera Wisnu
5.      Sukarta.

B.       Tujuan dilakukannya Ruwatan
Salah satu tujuan dilakukannya upacara ruwatan adalah :
1.      Untuk menghindarkan diri dari ketidakberuntungan yang datang dari Sang Maha Kala. Keberadaan Bethera Kala ini sebenarnya tidak selalu mutlak ada di saat dilakukannya ruwatan, tetapi nama Bethera Kala sendiri sering disebutkan sebagai simbol keberadaannya dalam hidup manusia.
2.      Bethera Kala tidak harus ada dalam sebuah ritual ruwatan karena tidak semua ruwatan memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari Bethera Kala, tetapi terkadang memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang ditimbulkan oleh alam atau makhluk halus.
3.      Kekuatan alam bisa merupakan sebuah bencana, kadang menjadi sebuah kekuatan mana kala bencana tersebut sudah memberi informasi bahwa ia akan datang pada waktu tertentu. Ketakuatan semacam ini pun menjadi manusia, tidak hanya masyarakat Jawa, merasa akan dekatnya dengan kematian. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, bencana dapat dihindarkan dengan melakukan acara ruwatan. Jika saja bencana tetap datang, kemungkinan akan menelan korban jiwa yang sedikit jika dibandingkan tidak melakukan ruwatan.

C.      Masyarakat Jawa dengan ruwatan
Masyarakat Jawa yang senantiasa mengilhami dan mempercayai mitos-mitos tersebut kemudian menjadikan acara ruwatan sebagai acara yang wajib dilakukan dan menjadi hal yang bersifat sakral dalam menghubungkan diri manusia dengan Tuhan dan dunia gaib. Namun, pelaksanaan ritual ruwatan yang ada dalam masyarakat Jawa sendiri sudah sangat jarang dilakukan pada zaman sekarang ini. Banyak masyarakat Jawa sekarang berpikir realistis,bukan bearti masyarakat Jawa pada zaman dahulu tidak berpikir secara realistis. Banyak masyarakat Jawa pada zaman sekarang ini telah meninggalkan adat-istiadat Jawa yang memang dianggap sebagai suatu hal yang berat dilakukan atau terlalu rumit untuk dijalankan. Sebagai contoh banyak masyarakat Jawa yang tidak lagi mengenal Aksara Hanacaraka yaitu huruf atau aksara Jawa yang merupakan salah satu budaya yang tinggi nilainnya. Dari beberapa kebudayaan yang ditinggalkan masyarakat Jawa, tak luput juga jenis kebudayaan yang bersifat spiritual.
Para pelaku ritual pun sebagian sudah ada yang mulai beranggapan dan merasa bahwa acara ruwatan bukan merupakan hal yang logis sehingga hal ini ditinggalkan sebagai bentuk kepercayaan, kebudayaan dan ritual. Tetapi bagi masyarakat Jawa yang masih memiliki keyakinan tentang Bethera Kala, Bethera Guru, Bethera Wisnu, dan
Bethari Durga, sukerta maka pelaksanaan ruwatan, khusunya ruwat murwa kala masih penting untuk dilakukan.


D.      Ritual Ruwatan
Dalam masyarakat Jawa, ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu :
1.      Ritual ruwatan untuk diri sendiri
2.      Ritual ruwatan untuk lingkungan
3.      Ritual ruwatan untuk wilayah
Dalam masyarakat Jawa, ruwatan memiliki ketergantungan terhadap siapa yang melaksanakannya.  Jika ruwatan dilakukan oleh orang yang benar memang memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, maka biasanya dilakukan secara besar-besaran yaitu dengan mengadakan pegelaran pewayangan. Pegelaran pewayangan ini berbeda dengan pegelaran pewayangan pada umumnya dilakukan. Pegelaran pewayangan dilakukan pada siang hari khusus dilakukan oleh dalang ruwat.
1.      Ruwatan diri sendiri
Ruwat diri sendiri dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti melakukan puasa (ajaran sinkretisme), melakukan slametan, melakukan tapa brata. Pada saat itu, ruwatan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa jauh berbeda dengan kebudayaan peninggalan pada zaman Hindu-Budha. Ruwatan lebih cenderung dilakukan dengan tidak mengatasnamakan ruwatan, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yan sama. Pelaku sebagai wujud atau bentuk dari ruwatan, bagi diri sendiri ini juga sering dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa agar mendapatkan kebersihan jiwa.
Ritual ruwatan diri sendiri menurut kitab Primbon Mantrawara III, mantra Yuda jika orang yang merasa selalu sial, dalam kepercayaan Jawa harus melakukan upacara ruwatan terhadap diri sendiri.
Pendeteksian yang dilakukan adalah melalui perhitungan patungan Jawa yaitu: ha = 1, Na = 2, Ca = 3, Ra = 4 dan seterusnya. Pendeteksian dilakukan dengan menjumlah neptu orang tuanya dengan orang yang akan melakukan ritual ini. Jumlah keduanya kemudian dibagi 9 dan diambil sisanya, jika sisa:
1 bersemayam di sebelah kiri – kanan mata kana
2 bersemayam di sebelah kiri – kanan mata kiri
3 bersemayam di telinga kanan
4 bersemayam di telinga kiri
5 bersemayam di sebelah hidung kanan
6 bersemayam di sebelah hidung kiri
7 bersemayam di mulut
8 bersemayam di sekeliling pusat
9 bersemayam di kemaluan

2.      Ruwatan untuk Lingkungan
Ruwatan yang dilakukan untuk lingkup lingkungan biasanya dilakukan dengan sebutan mageri atau memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi.
a.       Memberikan daya magis yang bersifat menahan, menolak, atau memindahkan daya (energi) negatif yang berada dalam rumah/hendak masuk ke dalam rumah
b.      Memberikan pagar agar tidak dimasuki oleh orang yang hendak berniat jahat
c.       Memberikan kekuatan gaib yang bersifat mengusir atau mengurung makhluk halus yang berada dalam lingkup agar gaib
d.      Berbagai cara memberikan pagar gaib ini dapat dilihat pada buku-buku kuno yang menceritakan pemagaran diri manusia
e.       Pemagar gaib yang sering ditemui dalam masyarakat Jawa sekitar kita berbentuk menanam rajah, menanam tumbal.

3.      Ruwatan  Untuk Wilayah
 Pada umumnya, pangruwatan murwakala dilakukan dengan pagelaran pewayangan yang membawa cerita tentang murwakala dan dilakukan oleh dalang khusus memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan.
      Pada ritual pangruwatan, bocah sukerta dipotong rambutnya dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan dan kemalangan sudah menjadi tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjad anak dalang. Dan karena pagelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman sekarang ini dengan pagelaran wayang dilakukan dalam lingkungan pedesaan dan pedusunan.
      Proses ruwatan seperti yang diterangkan ini bisa ditunjukkan untuk seseorang yang akan diruwat. Namun, pelaksanaannya pada siang hari. Sedangkan untuk meruwat lingkup lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan waktu pelaksanaan pagelaran ditentukan melalui perhitungan hari dan pasaran.
Urutan-urutan ruwatan sebagai berikut:
a.       Dimulai dengan doa pembuka
b.      Diteruskan dengan pembacaan cerita riwayat sang Hyangkala, yang disampaikan dengan bahasa Jawa dan mirip dengan nyanyian
c.       Diteruskan dengan membaca pakem suntheg, pakem ini dimulai dilagukan
      “Hung Ilaheng pra yoganira sang syang kamasalah tangerannya, kang daging sang kemala, kadi gerah suwarane, abra lir mustika murud, amarab
d.      Setelah pakem suntheng selesai, dibacakan:
       Aneka akem prabawa, ketug lindhu lan prahara, geter patertan pantaraalimaku tana suku, alembehan tanpa tangan, aninyali tanpa netra”
e.       Diteruskan dengan pasang tabeik dan membaca kidung sastra pinandhati: 
      Yanyangsiyu yusinyangya, yanyangasiyu yusinyangya, yajasiyu yusijaya, yadangsiyu yusidangya, yawangsiyu yusiwangya, yasangsiyu, yakangsiyu yusikangya, arangsiyu yusirangya, yacangsiyu, yusicangya, yanangsiyu yusirangya, yacangsiyu yusicangya, yanangsiyu yusinangya, yakangsiyu yusihangya, yahangsiyu yusihangya.

f.         Diteruskan dengan membaca “sastra banyak dalang” lagu kentrung:
      “Sang raja kumitir-kitir, ing ngendi anggonira linggih, den barung ran keli, mangore lunga ngidul, anelasar sruwa sepi, sumun dukuh ulung kembang, bale anyar ginelaran isi kang sumur bandung, toyane ludira muncar, timbane kepala tugel, taline ususe maling, winarna winantu aji, asri dinulu tingkahe kaya nauta, anauta lara raga, lara geng lara wigena, sampurnaning banyak dalang”

g.     Diteruskan dengan membaca sastra gumbalageru, gemi atau api yang datang dari berbagai penjuru angin yaitu timur, selatan, barat dan utara disatukan dan ditolak kekuatan negatifnya dan diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan melakukan pembacaan.
h.      Diteruskan dengan kidung sastra Puji Bayu:
      “Sang Hyang sekti naga nila wara, dadaku sang naga peksa telaleku pembebet jagad, asabung kulinting limah, abebed kuliting singa, acawet angga genitri. Liyanan catur wisa, rinejegan rejeg wesi, pinayungan kala akra, kinemiting panca resi, sinongsongan ash-asih premanaku ing sulasih”

i.        Diteruskan dengan kidung sastra mandalagiri:
       Sang Hyang Tangkep bapak kasa, kaliyan Ibu pertiwi, mijil yogyanira sang Hyang Kamasalah, tengerannya kadi daging, swarane kadi gerah, abra lir mustikamurub, urube marab arab, anakaken prabawa, ketuk lindhu lan prahara, geter pater tan pantara, kagyat sang Hyang Amarta arannya, wus ruwat pedhasamengko, yen ana gering kedadak, ngelu puyeng watuk, kena wisa wutah-wutah, miring murup benceretan, kuu lumaku rinuwat iki, anata senajata singwang, arane-mandalagiri, sang Hyang Amarta arannya wus ruwat padha samengko.”

j.        Diteruskan dengan sastra kakancingan:
       Kunci nira kunci putih, angruwata metuwa sang, mentu samir lare kresna, kakrasa kama dindi, langkir tambir pokoninjog, untuing-untuing matu tingting, tunggaking kayu aren, miwah temu pamipisan, tumunem pega pagase, miwah kerubuhan lumbung dandang tanen, kudu lumaku rinuwat, anata sanjataning wang, arane panji kumala, pinaputrak akengunung arane, mandalagiri, sang Hyang ngamarta arannya, wus ruwat padha samengko
Pada proses ini merupakan penguncian kekuatan gaib yang ditimbulkan dengan cara atau ritual ruwat selesai menyanyikan kidung untuk ruwat murwakala, selanjutnya dibuatlh rajah kalacaraka yang ditempelkan pada pintu-pintu rumah yang diruwat.


E.     Yang Perlu dan Harus di Ruwatan
Menurut kepustakaan “Pakem Ruwatan Murwakala” Javanologi gabungan dari beberapa sumber, antara lain dari serat Centhini (Sripaku Buwana V), bahwa orang yang harus diruwat disebut anak atau orang “Sukerta” ada 60 macam penyebab, yaitu sebagai berikut:
1.      Ontang-anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan
2.      Uger-uger lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal
3.      Sendang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang kedua perempuan.
4.      Pancuran kapit sendhang, yaitu 3 orang anak yang sulung dan yang bungu perempuan sedang anak yang kedua laki-laki.
5.      Anak bungkus, yaitu anak yang ketiga lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi (placenta)
6.      Anak kembar, yaitu 2 orang kembar putra atau kembar putratau kembar “dampit” yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan (yang lahir pada saat bersamaan)
7.      Kembang sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.
8.      Kendhana-kendhini, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
9.      Saramba, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki
10.  Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.
11.  Mancalaputra atau pandawa, yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-laki
12.  Mancalaputri, yaitu 5 orang anak semuanya perempuan
13.  Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempua dan 1 orang anak laki-laki.
14.  Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan
15.  Julung pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam
16.  Julung wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari
17.  Julung sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang 
18.  Tiba ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal
19.  Jempina, yaitu anak yang baru berusia 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.
20.  Tiba sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus
21.  Margana, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan
22.  Wahana, yaitu anak yang lahir di halaman / pekarangan rumah
23.  Siwah / salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macam warna
Contoh yang di atas yaitu jenis-jenis manusia yang telah dijanjikan oleh sang Hyang Betara Guru kepada Batara Kala untuk menjadi santapan/ makanannya.
Menurut mereka yang percaya, orang-orang yang tergolong dalam kriteria tersebut di atas dapat menghindarkan diri dari malapetaka (menjadi makanan Betara Kala). Selain Sukerta, terdapat juga “Ruwat Sengkala atau sang kala” yang artinya menjadi mangsa sangkala yaitu jalan kehidupannya sudah terbelenggu serta penuh kesulitan.

F. Perkembangan Tradisi Ruwatan
Di masa sekarang, disebabkan oleh pengaruh perkembangan penalaran masyarakat dan semakin mantap keyakinannya terhadap agama-agama modern. Mengakibatkan penyelenggaraan upacara ruwatan dianggap sesuatu yang tidak perlu lagi, mubadzir, pemborosan, tahayul, dan sebagainya. Sebaliknya masih ada anggapan bahwa upacara ruwatan tetap relevan, meskipun tergolong masyarakat elite yang sehari-harinya telah bergaya hidup modern dan tinggal di kota-kota besar.
Munculnya tokoh-tokoh dewa dalam pertunjukan wayang, termasuk dalam ruwatan, sering dianggap satu ungkapan kemusrikan, maka upacara ruwatan dengan menggunakan wayang oleh masyarakat Islam tertentu yang mengharamkan.
Perkembangan informasi saat ini lambat laun menggeser sedikit banyak jenis-jenis kebudayaan yang sudah dianggap tidak realistis. Islam dalam masyarakat Jawa berkembang dengan sangat pesat pada masa Walisanga, setelah Indonesia merdeka dan masyarakat modern.
Dalam ajaran Islam terdapat ritual yang hampir sama dengan ruwatan. Ritual ini dinamakan dengan Rukyah. Rukyah adalah upacara yang dilaksanakan dengan alasan sebagai berikut :
a.      Seorang telah melakukan pelanggaran  atau dalam dirinya terdapat kekuatan magis yang seharusnya tidak ada.
b.      Membersihkan diri dari kekuatan ghaib yang berada di dalam tubuh.
Rukyah memang mirip dengan ruwatan, hanya saja dalam ajarah rukyah tidak ada tokoh-tokoh seperti Bethara Kala, Bethara Guru, Bethera Wisnu dan sukerta . yang terlibat dalam ritual Ruyah adalah orang yang di rukyah (dalam ruwatan disebut sukerta) dan orang yang merukyah.
Ritual rukyah bukan merupakan ritual yang mudah untuk dikuasai oleh setiap orang, tetapi dengan tikat kesucian, keimanan, dan kedekatan diri sang perukyah akan menentukan hasil akhir dari ritual-ritual yang telah dilakukan sebelumnya.

                                                                          BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Jadi Ruwatan pada masyarakat Jawa adalah sebuah ritual yang digunakan untuk membersihkan diri dari pebuatan buruk yang akan kita lakukan dan menjauhkan kesialan, maupun membuang kesialan menurut masyarakat Jawa yang menganut tradisi ruwatan tersebut.
Ruwatan merupakan acara yang dilakukan dengan ritual khusus pada zaman dahulu oleh masyarakat Jawa. Pada zaman sekarang, ruwatan sudah jarang dilakukan karena masyarakat Jawa sebagian besar merasakan hal itu tidak diperlukan lagi. Pandangan modern memang menjadikan kebudayaan tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa. Tidak hanya ritual ruwatan saja yang mengalami pergeseran posisi dalam masyarakat Jawa, tetapi masih banyak lagi yang tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa sebagai sebuah kebudayaan.



DAFTAR PUSTAKA

Soewirjo, Budi Adi. 1990. Ruwatan di Daerah Surakarta. Surakarta: Balai Pustaka.
Dr. Sarwosto. 1967. Pertunjukan Wayang Kulit Purwa. Semarang: gelombang Pasang
Pamungkas, ragil. 2007. Tradisi Ruwatan. Yogyakarta: Balai Pustaka.
Soewirjo, Budi Adi. 1995. Kepustakaan Wayang Purwa (Jawa). Yogyakarta: Pustaka Jaya.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. 





















                                                                                                                           
                                                                                                                                                             
                                                                                                                                                                        


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA DAN HARAP ISI BUKU TAMU DAN TINGGALKAN ALAMAT SITUS ANDA INSYAALLAH AKAN SAYA KUNJUNGI