Kisah
Nyata Guru dari Anak-anak Angin
Frans Apriliadi/12201241006/PBSI K
2012
Angin akan berhembus
mengikuti arah nasib. Setidaknya itu yang Bayu kira pada awalnya. Nasib membawa
Bayu dari rasa kalah bertemu dengan anak-anak angin, anak-anak Sekolah Dasar
yang sedang belajar bahwa kebanggaan harus diperjuangkan.Namun bukan Cuma
mereka yang belajar. Bayu juga mencoba belajar banyak dari mereka. Mereka
belajar bahwa niat baik dan kekerasan hati saja tidak cukup untuk mengubah
keadaaan. Belajar bahwa solusi hidup bukanlah kata-kata motivasi, tetapi
tindakan nyata, meski kesederhanaan menghentikan tangis salah seorang anak
terpintar sekalipun yang frustasi karena tidak bisa menulis huruf “a” atau
tidak bisa membaca.
Bayu banyak menghadapi
maslah-masalah baru dalam hidup. Bukan hanya anak yang tak bisa membaca dan
bandel, tetapi juga keadaan masyarakat serta sistem pendidikan yang
memungkinkan celah penyelewengan.
Beberapa
hari sebelumnya Munarsi datang menemui bapak gurunya setelah pulang sekolah.
Sore itu ia mengetuk-ngetuk jendela kamar. Ketika Bayu keluar mengecek, ia
berlari ke arah pantai. Kupikir ia cuma bercanda saja. Tapi ia melakukan itu
sampai tiga kali. Mengetuk jendela dan berlari. Akhirnya kucari anak itu di
pantai. Ia bersembunyi di balik pohon kelapa besar dekat rumah, pura-pura main.
Raut mukanya tidak secerah biasanya, ia juga berdiri tidak berdiri bersama
kakaknya, Safri. Biasanya mereka hampir selalu bersama bermain-main di sekitar
pantai.
Bayu
mencoba memulai dengan pembicaraan mengenai topik-topik ringan, sambil
kuletakan tanganku di punggungnya. Tubuhnya bau matahari. Kakinya berpasir
setelah seharian bermain di pantai. Bayu sungguh penasaran mengapa Munarsi ta
menjawab ketika ditanya tentang keluarganya. Bayu mencoba menggali lebih dalam.
Setelah dibujuk beberapa kali, Munarsi akhirnya mau bercerita yang ternyata
Ayah dan Ibunya sedang bertengkar di rumah. Bayu bingung bagaimana seharusnya
menanggapi. Sebisa mungkin, Bayu tidak ingin ikut campur urusan keluarganya.
Tetapi, hal ini tidak berlangsung lama, Munarsi mulai ceria dan rajin pergi
kesekolah.
Dalam
perjalanan disini kutemukan sebuah cahaya kecil di tengah hamparan pasir pantai
penuh sampah di depan rumah. Munarsi telah menjadi salah satu objek pengembanganku
setahun ke depan. Bayu sangat mengandalkan anak ini, mungkin 15 atau 20 tahun
kedepan, untuk mengabari “Pak Guru, saya sudah lulus doktor! Atau “Pak, saya
mendapat beasiswa ke Amerika.” Masih banyak anak-anak yang berpotensi mengubah
kehidupan bangsa di dalam benak Bayu. Mereka semua sosok luar biasa yang tidak
dianggp oleh pemerintah. Buktinya beberapa diantara mereka berhasil menjuarai
berbagai macam lomba di bawah bimbingan Bayu, Bayu yakin mereka adalah
mutiara-mutiara terpendam di pedalaman Indonesia.
Di
desa tersebut Bayu mendapati hal baru, yang mengubah persepsinya tentang apa
yang dirasa penting dan apa yang dirasa keharusan. Untunglah Bayu diajarkan
tentang bagaimana cara menumbuhkan rasa kepedulian itu lewat mereka anak-anak
angin, keluarga barunya Pak Adin, Pak Budi, teman seperjuangan yang mengajarkan
bahwa pengabdian terhadap pendidikan tidak memperdulikan siapa yang akan
menjalankannya tetapi hasil yang akan diberikannya.
Tidak
terasa pejalanannya sudah mencapai akhirnya, Bayu sudah melakukan hal yang
terbaik di desa ini. Bayu hanya sedikit menyesalkan satu tahun yang berlalu
begitu cepat. Masih banyak yang ingin dikerjakan untuk mengusahakan sekecil apa
pun demi pendidikan yang lebih baik. Namun apa daya, semua awal pasti punya
akhir sebagaimana setahun yang sudah di ujung pintu.
Tokoh Yang dikagumi dan alasannya :
Bayu
Adi Persada.
Menurut
saya, Bayu Adi Persada merupakan sosok yang berdedikasi karena mau mengabdikan
dirinya disalah satu tempat terpencil di sebelah timur Indonesia untuk menjadi
seorang relawan dalam memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Walaupun, Bayu
Adi Persada merupakan salah satu lulusan terbaik dan sudah bekerja disalah satu
perusahaan terkemuka. Tetapi, karena
hati kecilnya tersentuh ketika mendengar kondisi pendidikan Indonesia selama
ini. Ia pun rela melepaskan pekerjaan yang sudah lama dijalankannya hanya untuk
mengabdi menjadi seorang guru yang sangat bertolak balakang dari jurusan yang ia
ambil semasa kuliah dahulu.
Selain
itu Bayu Adi Persada mencoba mengubah pandangan masyarakat, guru dan siswa
tentang metode mengajar yang berbeda. Mengajar bukan sekedar kegiatan memukul
atau memarahi siswa tetapi mengajar adalah kegiatan saling memahami antara
siswa dan gurunya.
Cara Mengaktualisasikan Karakter tokoh
di dalam kehidupan masing-masing :
Kepedulian
terbentuk bukan sekedar rekaman dalam memori. Kepedulian membutuhkan kerja
keras dan ketulusan hati, walaupun hanya sekecil peran itu. Urusan kita adalah
soal turun tangan dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia. Keedulian atas apa
yang menjadi gambar pendidikan di suatu daerah terpencil di penjuru tanah air
ini. Kepedulian, betapapun banyaknya tantangan, masih banyak pula guru, tokoh,
kepala sekolah, dan orang lain yang rela menjadi bagian dalam memperbaiku
permasalahan pendidikan kita. Siapa saja mereka, apa saja pekerjaannya dan
apapun cita-citanya bahwa mendidik bukan hanya tugas guru, bukan hanya tugas
pemerintah, tetapi mendidik adalah tugas semua orang terdidik. Siapa saja
berhak menjadi guru, siapa saja berhak menjadi pendidik. Dan semua itu tidak
akan terwujud tanpa bantuan dan kontribusi kita secara nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar